17 Januari 2008

Produksi Turun, CSR Jalan Terus

Tanggal : 17 Januari 2008
Sumber : http://jurnalnasional.com/?med=Koran%20Harian&sec=EKSPLORASI&rbrk=Kemitraan&id=30013


Perusahaan pengekspor gas cair terbesar di dunia sejak 1977 silam itu, kini menjelang penutupan. Kantung-kantung gas dari lapangan Arun di Lhoksukon yang menjadi bahan utama produksi gas LNG, tidak lagi dapat memenuhi permintaan para konsumennya. Dari puncak produksi yang mencapai enam train kini tersisa dua train saja.


Meskipun jumlah produksi terus menurun, tidak berarti PT Arun LNG tidak akan melanjutkan komitmennya untuk tetap menjalankan program sosial kemanusiaannya (Corporate Social Responsibility) yang berkesinambungan.


"Program CSR yang berkesinambungan sangatlah penting, terutama untuk membantu masyarakat mempersiapkan diri untuk lebih mandiri pasca berakhirnya operasi PT Arun," ujar Presiden Direktur PT Arun, Aknasio Sabri kala dijumpai Jurnal Nasional akhir tahun lalu.


Untuk itu, PT Arun dengan segala keterbatasannya tetap melakukan berbagai rangsangan agar perekonomian masyarakat sekitar kembali bergerak. Diakui bahwa tugas rumah ini menjadi semakin berat pasca tsunami menghantam pada Desember 2004.


PT Arun telah bekerja sama dengan sejumlah badan. Sebut saja BP-KIAT (Badan Pengelola Kawasan Industri Agri Terpadu), BDI (Badan Dakwah Islam) Arun, HUDA (Himpunan Ulama Dayah Aceh), BPRS Rahmah Hijrah Agung, Ramania Foundation dan Politeknik di kota Lhokseumawe.


Aknasio berharap dengan program-program ini, masyarakat dapat menyadari keberadaan PT Arun di tengah-tengah mereka. Meski, ia menyadari terkadang pemahaman masyarakat mengenai posisi PT Arun cenderung salah paham. "Selama ini mereka menganggap PT Arun seperti perusahaan ‘PT‘ lainnya yang memperoleh laba atau keuntungan dari hasil usahanya".


Padahal, PT Arun semata-mata hanyalah perusahaan operasional yang didirikan oleh Pertamina (55 persen), Exxon Mobil Oil (30 persen) dan Jilco (15 persen), yang bertanggung jawab untuk mengoperasikan, merawat kilang, dan mengapalkan produknya ke para konsumen.


Tentunya sebagai perusahaan nirlaba, PT Arun hanya mendapatkan dana sebatas untuk menjalankan operasional. Tetapi, rasa moral mereka telah mengalahkan segala keterbatasan tersebut. "PT Arun mendapatkan dana CSR-nya dengan menyisihkan sejumlah dana dari biaya operasional dan perawatan kilang yang diberikan oleh setiap pemegang saham tiap tahunnya,"ujar Aknasio.


Tingginya kecintaan dan tanggung jawab PT Arun kepada masyarakat telah terbukti dengan diakuinya "Seven Values PT Arun NGL" oleh dunia. Salah satunya adalah perhatian dan empati terhadap perusahaan sendiri, masyarakat dan seluruh pekerja serta keluarganya.


Suara-suara miring tentu beberapa kali menghantam perusahaan ini. Terutama karena perkembangan pembangunan kota Lhokseumawe yang sangat lambat, terlihat dari minimnya infrastruktur dan buruknya fasilitas umum seperti jalan di kota yang dikenal sebagai kawasan bisnis di NAD ini.


Seperti yang disampaikan Ketua DPRD Lhokseumawe, TA Khalid kepada Jurnal Nasional mengenai keberadaan PT Arun di kota itu. "Bantuan atau sumbangan itu memang ada, tetapi tidak berkesinambungan dan belum memandirikan warga. Kami meminta agar perusahaan-perusahaan itu, khususnya Arun yang akan segera tutup, untuk segera memformulasikan bantuan yang berkesinambungan. Jangan sampai warga kehilangan arah setelah ditinggalkan,"ujarnya.


Tetapi tidak sedikit pula yang mendukung perusahaan ini, salah satunya Camat Muara Satu, Zulkifli AR. Dia mengatakan "sungguh tidak benar bila ada orang yang mengatakan bahwa keberadaan PT Arun di Lhokseumawe tidak memberikan keuntungan apa-apa bagi masyarakat. Pernyataan itu sungguh naif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Tidak ada komentar: