02 Juni 2008

MDGs dan CSR untuk Pesisir, Mengapa Tidak

Tanggal : 13-05-2008
Sumber : http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=163099&actmenu=39


Oleh : Djoko Rahardjo, Staf Pengajar pada Fakultas Biologi, UKDW dan Sekjen Forum Mitra Bahari Regional Center Prop DIY


Secara faktual masyarakat yang tinggal di pesisir dan kepulauan belum atau tidak merasakan ‘public service’ yang memadai, selain karena aksesibilitas yang sulit dan jauh dari sentra-sentra pemerintahan, juga karena persfektif yang digunakan dalam pembangunan masih menggunakan paradigma daratan. Sehingga kelautan tidak dipandang sebagai prioritas pembangunan. Padahal bila ditinjau dari perspektif historis, geografis, sosial, budaya, politik maka pembangunan kelautan semestinya menjadi mainstreamingpembangunan nasional. Paradigma keliru inilah yang menjadi kelemahan proses pembangunan kelautan, mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan sampai pada pengendalian.
Telah banyak program juga yang dilaksanakan ke pesisir, namun terlihat masih sektoral sehingga belum mampu memberikan manfaat secara signifikan karena bias sasaran, sarat kepentingan sesaat, dan tidak menyentuh kepentingan substansial masyarakat pesisir. Akhirnya fasilitas pembangunan seperti air bersih, listrik, sekolah dan sebagainya yang semestinya juga menjadi hak dasar bagi masyarakat pesisir, cenderung menjadi barang mewah yang tidak terbeli. Lebih ironis lagi, banyak kebijakan pemerintah, seperti pencabutan subsidi minyak, kenaikan harga barang dll, secara telak memberi implikasi dan semakin memperburuk kondisi masyarakat pesisir. Dengan kondisi demikian tidaklah heran bila tingkat kemiskinan di pesisir justru semakin bertambah baik dalam aspek kualitas maupun kuantitas.


Urgensi MDGs di Pesisir
MDGs atau Millennium Development Goals, merupakan komitmen global pengurangan kemiskinan yang telah ditandatangani oleh 189 negara termasuk Indonesia pada tahun 2000 silam. Ada delapan target MDGs yaitu 1). Pengentasan Kemiskinan dan kelaparan, 2).Penuntasan Pendidikan Dasar, 3). Kesetaraan Gender dan Penguatan Peran Perempuan, 4). Penurunan Tingkat Kematian Bayi, 5). Peningkatan Kesehatan Ibu, 6). Penanggulangan HIV/AIDS dan penyakit menular dan Berbahaya lainnya, 7). Memastikan Keberlanjutan Lingkungan Hidup, dan 8). Kemitraan Global untuk Pembangunan.
Sejak deklarasi MDGs, kata kemiskinan sering diucapkan dan program-program dengan label ‘kemiskinan’ di Indonesia semakin menjamur dengan biaya yang sangat besar. Sayangnya banyaknya program dan besarnya dana yang telah digulirkan tidak berbanding lurus dengan pengurangan angka kemiskinan dan target-target MDGs lainnya. Lebih ironis lagi Indonesia termasuk negara terendah pencapaian indikator MDGs di Asia Pasifik. Tanpa bermaksud menyalahkan pihak manapun, pembenahan mutlak harus dilakukan sesegera mungkin. Sepintas terkesan bahwa selama ini MDGs terlalu eksklusif dan susah dipahami, belum lagi program-program yang dijalankan masih menggunakan pendekatan sektoral, tidak fokus dan yang selalu menjadi masalah krusial adalah program tidak berbasis informasi mutakhir.
Hal lain adalah gerakan anti kemiskinan banyak diarahkan pada kawasan perkotaan atau daerah yang padat penduduknya, sehingga kaasan pesisir dan pulau pulau kecil selalu menjadi pilihan terakhir bahkan dilupakan. Dengan situasi ini, kemiskinan merupakan buah dari proses pemiskinan secara yang sadar atau paling tidak telah dilakukan berpuluh-puluh tahun. Padahal jumlah penduduk yang berdiam di wilayah pesisir dan kepulauan cukup besar dan lebih dari separuhnya adalah masyarakat yang miskin.


MDGs dan CSR
Pencapaian target-target MDGs dibutuhkan sinergi dan integrasi multistakeholder (pemerintah, swasta dan masyarakat) dengan mobilisasi berbagai sumberdaya yang dimilikinya secara tepat dan efisien. Pihak swasta dalam hal ini perusahaan, mempunyai tanggung jawab sosial melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Setiap aktivitas usaha tidak dapat terlepas dari masyarakat baik pada lingkup kecil di sekitar lokasi usaha dan lingkup lebih luas masyarakat Indonesia. Sehingga dalam pengembangan usaha tidak hanya sekedar memenuhi aspek ekonomis (profit), legal, etis namun juga mempunyai tanggung jawab sosial untuk membantu masyarakat keluar dari kemiskinan dan permasalahan lingkungan lainnya.
Untuk menghindari bias-bias pelaksanaan CSR dari sekadar hanya menjalankan kewajiban, tebar pesona dll sehingga tidak tepat sasaran, tepat guna dan tidak berkelanjutan, maka perlu mengintegrasikan program CSR kedalam upaya pencapaian target-target MDGs.

Peran Mitra Bahari
Percepatan pencapaian target-target MDGs memerlukan keterpaduan program, kebijakan dan kegiatan dari semua unit kerja di pemerintahan, pihak swasta atau usaha dan masyarakat, sehingga diperlukanpola kemitraan antar multi stakeholder yang diharapkan mampu menciptakan terwujudnya keterpaduan, keserasian dan sinergisme dalam pengelolaan sumberdaya masing-masing stakeholder. Tanpa kemitraan, setiap upaya betapapun bagusnya cenderung hanya akan menjadi ritual atau seremoni kecil yang paling tinggi akan melahirkan liputan dan sebuah output temporer, sehingga tidak berkelanjutan, tidak komprehensif dan sektoral serta berujung pada tumpang tindihnya program atau inefisiensi.
Mitra Bahari adalah sebuah forum kerja sama antara pemerintah (pusat dan daerah), perguruan tinggi, masyarakat dan dunia usaha dapat memainkan peran sebagai wahana utama mempertemukan antar stakeholder guna membangun dialog dan kemitraan secara efektif dalam rangka pencapaian MDGs di pesisir. Dengan terbentuknya kesepahaman dan kemitraan, maka langkah-langkah strategis perlu segera dilakukan untuk pemetaan status atau profile MDGs Pesisir, penyusunan Rencana Strtegi MDGs, program aksi serta monitoring dan evalusinya.
Untuk mendorong implementasi renstra, keterpaduan, keserasian dan sinergi agar target-target MDGs dapat tercapai secara sistematis dan efisien perlu dibentuk forum MDGs pesisir yang berfungsi sebagai media komunikasi dan informasi para pihak, sebagai media untuk pendampingan, fasilitasi dan mediasi serta melakukan advokasi dalam pencapaian target-target MDGs. q - c. (3743-2008)

10 Maret 2008

Bantuan atas Bencana Alam

Sumber : http://www.rekayasa.com/csr/community/index.php?page=disaster

Sebagai bagian dari Bangsa Indonesia, REKIND merasa sangat prihatin terhadap bencana alam yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta dan beberapa daerah Indonesia lainnya. Kepedulian ini diwujudkan oleh karyawan REKIND yang secara spontan memberikan sumbangan berupa dana, susu, makanan, maupun barang-barang lainnya yang dibutuhkan oleh para korban bencana tersebut melalui Posko Bantuan Bencana Yogyakarta dan Jawa Tengah yang terjadi pada tahun 2006 kemarin. Posko bantuan yang dikoordinir oleh Divisi Property & Office Management REKIND, dalam waktu singkat telah berhasil mengumpulkan dana sumbangan sejumlah Rp84.670.000 dan sejumlah titipan barang yang berasal dari Sevilla School, Jakarta dan beberapa pihak di luar REKIND lainnya. Selain bantuan tersebut, khusus untuk bencana gempa di DI Yogyakarta dan
Jawa Tengah, REKIND juga telah menurunkan Tim Relawan yang terdiri dari karyawan REKIND untuk secara langsung membantu dan menyalurkan bantuan kepada para saudara kita yang sedang dilanda musibah tersebut.

Kegiatan diatas merupakan reaksi spontan daripada seluruh karyawan dan jajaran manajemen REKIND yang turut prihatin atas musibah gempa yang telah merenggut ribuan jiwa dan memberikan dampak destruktif yang cukup signifikan terhadap gedung dan bangunan yang berada di daerah tersebut.