26 September 2007

Review terhadap ”Niat” Perusahaan untuk Environmental Sustainability


Tanggal :
26 September 2007
Sumber: http://radarlampung.co.id/web/index.php?option=com_content&task=view&id=13180&Itemid=31

SUATU pencerahan bagi rakyat Indonesia dengan dikeluarkanya Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007 yang mengatur kewajiban perusahaan untuk menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR). Konsep ini mengharuskan perusahaan untuk bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya. Ada banyak hal yang harus diperhatikan perusahaan dalam pelaksanaan CSR ini. Yang pertama adalah kesejahteraan karyawan. Tidak hanya pembayaran gaji yang tidak boleh ditunda-tunda, namun juga penghargaa lain, seperti honor lembur, bonus untuk kinerja karyawan yang mendorong keuntungan perusahaan, cuti hamil dan melahirkan, dana pensiun, pesangon, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan.

Kedua adalah jaminan atas konsumen. Banyaknya temuan BBPOM yang saat ini sangat meresahkan masyarakat harusnya menumbuhkan kesadaran kita bersama bahwa masih banyak pengusaha yang memproduksi barang-barang yang kita konsumsi tidak memperdulikan kesehatan dan keselamatan konsumennya. Ketiga adalah tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat di sekitar perusahaan tersebut. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menerapkan tanggung jawab sosial ini. Dan banyak juga perusahaan yang telah melakukannya. Yang terakhir adalah tanggung jawab lingkungan. Tanggung jawab yang keempat ini masih sangat jarang dilakukan oleh perusahaan, khususnya di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lindrianasari (2006) berhasil mengidentifikasi sebanyak lebih dari 250 perusahaan yang listing di Bursa Efek Jakarta. Melalui evaluasi dengan melihat isi pengungkapan laporan keuangan tahun 2004 dan 2005 yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan dalam melestarikan lingkungan, berhasil ditemukan bahwa rata-rata perusahaan yang peduli terhadap konservasi lingkungan hanya sebesar 1,89 (dari skor 1 sampai 3). Sehingga dapat disimpulkan bahwa perusahaan di Indonesia kurang dari 50% perusahaan yang listing tersebut secara sukarela mengalokasikan dana perusahaan untuk konservasi lingkungan. Dan itu baru sebatas mengalokasikan dana untuk konservasi lingkungan, namun seberapa berartikah dana tersebut bagi lingkungannya? Tidak dapat disimpulkan karena dari keseluruhan perusahaan yang diteliti hanya sekitar 10 persen yang mencantumkan jumlah moneter untuk konservasi lingkungan ke dalam laporan keuangan atau catatan tambahan atas laporan keuangan perusahaan. Keempat butir yang dijelaskan di atas adalah bagian yang terintegral di dalan CSR.

Seperti yang terjadi di banyak negara berkembang, Indonesia telah memiliki suatu kerangka kerja untuk konservasi lingkungan. Peraturan tentang manajemen lingkungan tahun 1982 yang kemudian direvisi tahun 1997 telah menyediakan suatu legalitas untuk mengawasai dan memaksa dipatuhinya regulasi yang dikelurkan oleh pemerintah tersebut. Sejak tahun 1986, pihak pemerintah melalui Bapedalda yang resmi berdiri tahun 1990, telah melakukan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Selain itu juga, agen-agen yang bertujuan untuk mengendalikan dampak lingkungan berdiri semarak di Indonesia di bawah lembaga non-pemerintah (NGO). Tidak kurang dari 40 NGO baik yang lokal, maupun yang internasional terdaftar di KLH. Dan mereka semua adalah pihak-pihak yang memiliki atensi terhadap lingkungan.

Lebih jauh lagi, suatu nota kesepahaman (MoU) antara KLH dengan BI telah ditandatangani tahun 2005 yang lalu sebagai tindak lanjut dari Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penetapan Peringkat Kualitas Aktiva bagi Bank Umum. Aspek lingkungan menjadi salah satu variabel penentu dalam pemberian kredit dan kinerja lingkungan yang dikeluarkan oleh KLH melalui proper adalah tolok umur mereka (Tempo, 8 April 2005). Sehingga ke depannya, setiap perusahaan yang ingin mendapatkan kredit perbankan harus memperlihatkan kepedulian perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan. Regulasi terakhir yang memperlihatkan upaya pemerintah untuk mengendalikan lingkungan hidup adalah dengan mengeluarkan dan mengesahkan Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007, pasal 74 yang menyebutkan bahwa perseroan wajib melaksanakan CSR. Konsekuensi dari pelanggarnya adalah sanksi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Nota kesepahaman dan UU PT tahun 2007 ini adalah harapan baru bagi pencerahan kondisi lingkungan hidup di Indonesia. Namun monitoring dan post auditing mutlak harus dilakukan untuk menjamin tidak adanya penyimpangan di dalam penerapannya (Lindrianasari, 2001). Selain itu juga, supremasi hukum harus ditegakkan. Karena tanpa adanya kepastian dan penegakan hukum, maka aturan-aturan tersebut tidak akan pernah memihak dan menjadi milik rakyat (Decker et al.; 2005).

Niat Perusahaan untuk Melestarikan Lingkungan
Jika dihitung dengan menggunakan nilai mata uang, berapa nilai yang harus dilekatkan kepada pengorbanan masyarakat akibat kerusakan lingkungan? Sepertinya tidak ada satu nilai pun yang dapat membayar nyawa yang melayang karena keracunan limbah.

Sejauh mana tanggung jawab dari pihak perusahaan untuk mengatasi masalah ini? Dari sekian banyak penelitian, baik di negara maju maupun di negara berkembang, ternyata niat perusahaan untuk mengalokasikan dana perusahaan untuk biaya sosial (di dalamnya termasuk untuk lingkungan) masih sangat kurang.

Hasil wawancara langsung terhadap manajer yang menjadi responden penelitian di negara maju membuktikan bahwa pihak manajemen enggan melaporkan kerusakan lingkungan yang terjadi di perusahaan mereka dalam laporan keuangan. Mereka tidak menginginkan kejadian buruk tersebut ”tercatat”, sehingga akan selalu diingat oleh para pemakai laporan. Selain itu, penelitian di Tiongkok (Zhow; 1996) menunjukkan bahwa hal-hal yang wajib dilaporkan perusahaan yang menyangkut masalah lingkungan di dalam laporan keuangan tahunan perusahaan masih belum sesuai dengan ketentuan.

Penelitian di bidang akuntansi lingkungan memang masih terbatas jumlahnya. Lindrianasari (2003) dengan mengambil sampel Provinsi Lampung juga memperlihatkan banyaknya penolakan perusahaan yang membuang limbah ke perairan sungai untuk menjadi sampel penelitian. Dari 52 perusahaan yang terdaftar sebagai populasi penelitian, hanya tujuh perusahaan (kurang dari 2%) yang mengizinkan untuk dilakukan audit terhadap kualitas lingkungannya. Dan sudah dapat diyakini sebelumnya bahwa perusahaan tersebut adalah perusahaan yang tidak bermasalah dengan lingkungan. Semua hal di atas jelas membuktikan bahwa niat sebagian besar perusahaan dalam melestarikan lingkungan masih sangat kurang.

Mengapa CSR Harus Diterapkan Perusahaan?
Perusahaan adalah sebuah organisasi yang dalam operasional sehari-harinya mengeksploitasi sumber daya manusia dan sumber daya alam untuk mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya demi kemakmuran internal stakeholders non-manajemen dan (bahkan yang terutama) bagi manajemennya, kemudian menjadi aktor utama penyebab kerusakan lingkungan.

Mungkin masih ada beberapa perusahaan yang memandang bahwa biaya lingkungan tidak memiliki keberartian bagi perusahaan. Pandangan yang seperti ini pada akhirnya muncul di dalam bentuk tidak adanya dana lingkungan dalam anggaran perusahaan. Dalam tataran yang sangat rendah dan dalam horizon waktu yang relatif pendek, mungkin pandangan ini masih memiliki justifikasi pembenaran. Namun, kalau kita coba untuk menaikkan sedikit ke lingkungan yang lebih luas dan dalam horizon waktu yang relatif lama, maka biaya lingkungan akan terlihat sebagai sesuatu permasalahan yang harus dicari jalan keluarnya.

Banyak kasus yang mengundang simpati dan membuahkan kepiluan akibat kelalaian perusahaan dalam melakukan konservasi lingkungan. Kasus PT Indo Rayon Utama di Porsea, Sumatera Utama, yang membuang limbah di areal permukiman dan mencemari lingkungan hidup, kini ditutup akibat reaksi keras masyarakat sekitar. Kasus pencemaran air di Jawa Timur yang membuat bayi lahir cacat dan air susu ibu yang tercemari akibat buangan limbah air dan gas di daerah perairan yang mengandung merkuri. Selain itu, sebagian besar pelajar sekolah dasar menjadi lamban menerima pelajaran sekolah. Semua diduga disebabkan oleh pencemaran lingkungan.

Kasus lahirnya bayi-bayi tanpa dinding perut di daerah pertambangan, juga diduga akibat pencemaran air limbah dan masih banyak lagi kasus-kasus yang sesungguhnya menjadi tempat kita berkaca tentang apa yang telah kita lakukan terhadap alam ini.

Kasus kebocoran instalasi nuklir di Chernobyl, misalnya. Hingga kini masih menghantui masyarakat dunia terhadap nuklir. Musibah yang tidak hanya terbatas pada daerah Uni Soviet di mana instalasi itu berada, namun juga meluas hingga ke wilayah Eropa Barat. Pada saat itu terdapat larangan mengonsumsi susu yang diproduksi di daerah-daerah tersebut karena telah terkontaminasi radioaktif chernobyl.

Kebocoran pabrik kimia di India (Bophal), juga telah membukakan mata sebagian besar penduduk dunia tentang risiko yang harus diderita umat manusia jika konservasi alam diabaikan. Tragedi Bophal telah membunuh ribuan penduduk di sekitar perusahaan tersebut. Yang bahkan tidak pernah merasakan manfaat keberadaan perusahaan tersebut, yang menghisap udara yang telah tercemar methyl isocyanate, sejenis senyawa kimia yang sangat berbahaya.

Legitimasi CSR
Penelitian di bidang hukum lingkungan (Mercer, 2005) menyatakan bahwa lemahnya perangkat hukum di suatu negara akan sangat mempengaruhi tingkat kerusakan lingkungan di negara tersebut. Pihak regulator, dalam hal ini pemerintah bersama perangkat kerja yang terkait lainnya, sudah seharusnya menunjukkan perhatian yang serius terhadap kondisi yang terjadi. Jika aturan yang ada saat ini sudah sangat lemah dalam mengendalikan tindakan negatif pihak manajemen dan perusahaan, maka kebutuhan aturan baru terhadap sangsi hukum yang keras bagi tiap pelanggarannya sudah sangat mendesak.

Lembaga swadaya masyarakat di bidang lingkungan juga akan sangat mewarnai keberhasilan pengendalian lingkungan. Karena melalui lembaga inilah rakyat kecil yang merupakan powerless stakeholders akan memperoleh kesempatan untuk menyuarakan kepentingan mereka demi memperoleh kualitas lingkungan hidup yang lebih baik. (*)

Review terhadap ”Niat” Perusahaan untuk Environmental Sustainability

Tanggal : 26 September 2007
Sumber: http://radarlampung.co.id/web/index.php?option=com_content&task=view&id=13180&Itemid=2


SUATU pencerahan bagi rakyat Indonesia dengan dikeluarkanya Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007 yang mengatur kewajiban perusahaan untuk menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR). Konsep ini mengharuskan perusahaan untuk bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya. Ada banyak hal yang harus diperhatikan perusahaan dalam pelaksanaan CSR ini. Yang pertama adalah kesejahteraan karyawan. Tidak hanya pembayaran gaji yang tidak boleh ditunda-tunda, namun juga penghargaa lain, seperti honor lembur, bonus untuk kinerja karyawan yang mendorong keuntungan perusahaan, cuti hamil dan melahirkan, dana pensiun, pesangon, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan.

Kedua adalah jaminan atas konsumen. Banyaknya temuan BBPOM yang saat ini sangat meresahkan masyarakat harusnya menumbuhkan kesadaran kita bersama bahwa masih banyak pengusaha yang memproduksi barang-barang yang kita konsumsi tidak memperdulikan kesehatan dan keselamatan konsumennya. Ketiga adalah tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat di sekitar perusahaan tersebut. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menerapkan tanggung jawab sosial ini. Dan banyak juga perusahaan yang telah melakukannya. Yang terakhir adalah tanggung jawab lingkungan. Tanggung jawab yang keempat ini masih sangat jarang dilakukan oleh perusahaan, khususnya di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lindrianasari (2006) berhasil mengidentifikasi sebanyak lebih dari 250 perusahaan yang listing di Bursa Efek Jakarta. Melalui evaluasi dengan melihat isi pengungkapan laporan keuangan tahun 2004 dan 2005 yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan dalam melestarikan lingkungan, berhasil ditemukan bahwa rata-rata perusahaan yang peduli terhadap konservasi lingkungan hanya sebesar 1,89 (dari skor 1 sampai 3). Sehingga dapat disimpulkan bahwa perusahaan di Indonesia kurang dari 50% perusahaan yang listing tersebut secara sukarela mengalokasikan dana perusahaan untuk konservasi lingkungan. Dan itu baru sebatas mengalokasikan dana untuk konservasi lingkungan, namun seberapa berartikah dana tersebut bagi lingkungannya? Tidak dapat disimpulkan karena dari keseluruhan perusahaan yang diteliti hanya sekitar 10 persen yang mencantumkan jumlah moneter untuk konservasi lingkungan ke dalam laporan keuangan atau catatan tambahan atas laporan keuangan perusahaan. Keempat butir yang dijelaskan di atas adalah bagian yang terintegral di dalan CSR.

Seperti yang terjadi di banyak negara berkembang, Indonesia telah memiliki suatu kerangka kerja untuk konservasi lingkungan. Peraturan tentang manajemen lingkungan tahun 1982 yang kemudian direvisi tahun 1997 telah menyediakan suatu legalitas untuk mengawasai dan memaksa dipatuhinya regulasi yang dikelurkan oleh pemerintah tersebut. Sejak tahun 1986, pihak pemerintah melalui Bapedalda yang resmi berdiri tahun 1990, telah melakukan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Selain itu juga, agen-agen yang bertujuan untuk mengendalikan dampak lingkungan berdiri semarak di Indonesia di bawah lembaga non-pemerintah (NGO). Tidak kurang dari 40 NGO baik yang lokal, maupun yang internasional terdaftar di KLH. Dan mereka semua adalah pihak-pihak yang memiliki atensi terhadap lingkungan.

Lebih jauh lagi, suatu nota kesepahaman (MoU) antara KLH dengan BI telah ditandatangani tahun 2005 yang lalu sebagai tindak lanjut dari Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penetapan Peringkat Kualitas Aktiva bagi Bank Umum. Aspek lingkungan menjadi salah satu variabel penentu dalam pemberian kredit dan kinerja lingkungan yang dikeluarkan oleh KLH melalui proper adalah tolok umur mereka (Tempo, 8 April 2005). Sehingga ke depannya, setiap perusahaan yang ingin mendapatkan kredit perbankan harus memperlihatkan kepedulian perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan. Regulasi terakhir yang memperlihatkan upaya pemerintah untuk mengendalikan lingkungan hidup adalah dengan mengeluarkan dan mengesahkan Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007, pasal 74 yang menyebutkan bahwa perseroan wajib melaksanakan CSR. Konsekuensi dari pelanggarnya adalah sanksi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Nota kesepahaman dan UU PT tahun 2007 ini adalah harapan baru bagi pencerahan kondisi lingkungan hidup di Indonesia. Namun monitoring dan post auditing mutlak harus dilakukan untuk menjamin tidak adanya penyimpangan di dalam penerapannya (Lindrianasari, 2001). Selain itu juga, supremasi hukum harus ditegakkan. Karena tanpa adanya kepastian dan penegakan hukum, maka aturan-aturan tersebut tidak akan pernah memihak dan menjadi milik rakyat (Decker et al.; 2005).

Niat Perusahaan untuk Melestarikan Lingkungan
Jika dihitung dengan menggunakan nilai mata uang, berapa nilai yang harus dilekatkan kepada pengorbanan masyarakat akibat kerusakan lingkungan? Sepertinya tidak ada satu nilai pun yang dapat membayar nyawa yang melayang karena keracunan limbah.

Sejauh mana tanggung jawab dari pihak perusahaan untuk mengatasi masalah ini? Dari sekian banyak penelitian, baik di negara maju maupun di negara berkembang, ternyata niat perusahaan untuk mengalokasikan dana perusahaan untuk biaya sosial (di dalamnya termasuk untuk lingkungan) masih sangat kurang.

Hasil wawancara langsung terhadap manajer yang menjadi responden penelitian di negara maju membuktikan bahwa pihak manajemen enggan melaporkan kerusakan lingkungan yang terjadi di perusahaan mereka dalam laporan keuangan. Mereka tidak menginginkan kejadian buruk tersebut ”tercatat”, sehingga akan selalu diingat oleh para pemakai laporan. Selain itu, penelitian di Tiongkok (Zhow; 1996) menunjukkan bahwa hal-hal yang wajib dilaporkan perusahaan yang menyangkut masalah lingkungan di dalam laporan keuangan tahunan perusahaan masih belum sesuai dengan ketentuan.

Penelitian di bidang akuntansi lingkungan memang masih terbatas jumlahnya. Lindrianasari (2003) dengan mengambil sampel Provinsi Lampung juga memperlihatkan banyaknya penolakan perusahaan yang membuang limbah ke perairan sungai untuk menjadi sampel penelitian. Dari 52 perusahaan yang terdaftar sebagai populasi penelitian, hanya tujuh perusahaan (kurang dari 2%) yang mengizinkan untuk dilakukan audit terhadap kualitas lingkungannya. Dan sudah dapat diyakini sebelumnya bahwa perusahaan tersebut adalah perusahaan yang tidak bermasalah dengan lingkungan. Semua hal di atas jelas membuktikan bahwa niat sebagian besar perusahaan dalam melestarikan lingkungan masih sangat kurang.

Mengapa CSR Harus Diterapkan Perusahaan?
Perusahaan adalah sebuah organisasi yang dalam operasional sehari-harinya mengeksploitasi sumber daya manusia dan sumber daya alam untuk mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya demi kemakmuran internal stakeholders non-manajemen dan (bahkan yang terutama) bagi manajemennya, kemudian menjadi aktor utama penyebab kerusakan lingkungan.

Mungkin masih ada beberapa perusahaan yang memandang bahwa biaya lingkungan tidak memiliki keberartian bagi perusahaan. Pandangan yang seperti ini pada akhirnya muncul di dalam bentuk tidak adanya dana lingkungan dalam anggaran perusahaan. Dalam tataran yang sangat rendah dan dalam horizon waktu yang relatif pendek, mungkin pandangan ini masih memiliki justifikasi pembenaran. Namun, kalau kita coba untuk menaikkan sedikit ke lingkungan yang lebih luas dan dalam horizon waktu yang relatif lama, maka biaya lingkungan akan terlihat sebagai sesuatu permasalahan yang harus dicari jalan keluarnya.

Banyak kasus yang mengundang simpati dan membuahkan kepiluan akibat kelalaian perusahaan dalam melakukan konservasi lingkungan. Kasus PT Indo Rayon Utama di Porsea, Sumatera Utama, yang membuang limbah di areal permukiman dan mencemari lingkungan hidup, kini ditutup akibat reaksi keras masyarakat sekitar. Kasus pencemaran air di Jawa Timur yang membuat bayi lahir cacat dan air susu ibu yang tercemari akibat buangan limbah air dan gas di daerah perairan yang mengandung merkuri. Selain itu, sebagian besar pelajar sekolah dasar menjadi lamban menerima pelajaran sekolah. Semua diduga disebabkan oleh pencemaran lingkungan.

Kasus lahirnya bayi-bayi tanpa dinding perut di daerah pertambangan, juga diduga akibat pencemaran air limbah dan masih banyak lagi kasus-kasus yang sesungguhnya menjadi tempat kita berkaca tentang apa yang telah kita lakukan terhadap alam ini.

Kasus kebocoran instalasi nuklir di Chernobyl, misalnya. Hingga kini masih menghantui masyarakat dunia terhadap nuklir. Musibah yang tidak hanya terbatas pada daerah Uni Soviet di mana instalasi itu berada, namun juga meluas hingga ke wilayah Eropa Barat. Pada saat itu terdapat larangan mengonsumsi susu yang diproduksi di daerah-daerah tersebut karena telah terkontaminasi radioaktif chernobyl.

Kebocoran pabrik kimia di India (Bophal), juga telah membukakan mata sebagian besar penduduk dunia tentang risiko yang harus diderita umat manusia jika konservasi alam diabaikan. Tragedi Bophal telah membunuh ribuan penduduk di sekitar perusahaan tersebut. Yang bahkan tidak pernah merasakan manfaat keberadaan perusahaan tersebut, yang menghisap udara yang telah tercemar methyl isocyanate, sejenis senyawa kimia yang sangat berbahaya.

Legitimasi CSR
Penelitian di bidang hukum lingkungan (Mercer, 2005) menyatakan bahwa lemahnya perangkat hukum di suatu negara akan sangat mempengaruhi tingkat kerusakan lingkungan di negara tersebut. Pihak regulator, dalam hal ini pemerintah bersama perangkat kerja yang terkait lainnya, sudah seharusnya menunjukkan perhatian yang serius terhadap kondisi yang terjadi. Jika aturan yang ada saat ini sudah sangat lemah dalam mengendalikan tindakan negatif pihak manajemen dan perusahaan, maka kebutuhan aturan baru terhadap sangsi hukum yang keras bagi tiap pelanggarannya sudah sangat mendesak.

Lembaga swadaya masyarakat di bidang lingkungan juga akan sangat mewarnai keberhasilan pengendalian lingkungan. Karena melalui lembaga inilah rakyat kecil yang merupakan powerless stakeholders akan memperoleh kesempatan untuk menyuarakan kepentingan mereka demi memperoleh kualitas lingkungan hidup yang lebih baik. (*)

21 September 2007

Keraton Jogja Berbagi Pengalaman Dengan Riaupulp

Tanggal : 21 September 2007
Sumber : http://www.riau.go.id/index.php?module=articles&func=display&ptid=1&aid=6711


YOGYAKARTA (Riau Online): Dalam rangkaian kunjungan kerjanya di Jogjakarta sehubungan presentasi tentang Corporate Social Responsibility (CSR) Riaupulp di kampus UGM baru-baru ini, Direktur (CSR) PT Riau Andalan Pulp And Paper (Riaupulp) Amru Mahalli berkesempatan bersilaturahmi dengan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun, putri sulung Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X, terkait berbagai hal seperti pemberdayaan masyarakat dan pengelolaan Keraton Yogyakarta Hadininigrat.

Dalam kesempatan itu, Amru meyampaikan, sebagai perusahaan yang peduli terhadap pelestarian nilai-nilai budaya, Riaupulp telah berkontribusi membagun kembali Istana Sayap Pelalawan, salah satu warisan budaya luhur Kerajaan Pelalawan. “Untuk itu, dalam kesempatan istimewa ini Riaupulp ingin berbagi pengalaman, bagaimana keraton agar bisa lestari baik dari sisi perawatan dan pengelolaan,” ungkap Amru Mahalli.

Menanggapi pertanyaan itu, GKR Pembayun menebar senyum. Dia pun segera berbagi rahasia. Menurutnya, keraton tidak bisa hidup kalau tidak ada pariwisata dan dukungan pemerintah. “Melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), kita diberi dana untuk pemeliharaan keraton,” jelas Ratu Pembayun.

Namun, untuk membuat pariwisata berdenyut, pemerintah lokal harus punya komitmen kuat dan serius. Baik dari sisi promosi, penguatan infrastruktur, juga sinergi seluruh potensi pariwisata yanga ada. “Kalau kita kerja keras, pasti bisa,” tegasnya.

Menurut putri keraton yang juga mengecap pendidikan dari Australia ini menjelaskan, Keraton juga punya perusahaan yang dikelola oleh kalangan profesional. Dimana sebagian dananya untuk menghidupi keraton. Untuk gaji Abdi Dalem, sebagian dari pariwisata. “Keloyalan para abdi dalem keraton tidak datang dengan sendirinya, tapi aura istana yang harus dihidupkan terus menerus,” tandasnya.

Pada kesempatan itu, Amru juga sempat menitipkan para generasi muda Pelalawan dan Riau yang sedang menempuh ilmu di Yogyakarata. “Kami yakin, dengan belajar di Yogyakarta, mereka akan mendapat pemahaman budaya agar saat kembali ke Riau, mereka bisa memaksimalkan pengetahuanya untuk membangun daerahnya,” katanya.

20 September 2007

Unilever Sumbangkan Sekitar 5000 Produknya Untuk Korban Gempa Bengkulu Dan Sumatera Barat

Tanggal : 20 September 2007
Sumber : http://www.unilever.co.id/id/ourcompany/beritaandmedia/siaranpers/_2007/UnileverSumbangkanSekitar5000ProduknyaUntukKorbanGempaBengkuluDanSumateraBarat.asp

PT Unilever Indonesia Tbk. bekerjasama dengan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Republika, Radio Delta dan Yayasan Nurani Dunia memberikan bantuan berupa produk-produk Unilever sebanyak 5.000 paket.

Untuk membantu meringankan penderitaan korban gempa bumi di Bengkulu dan Sumatera Barat, PT Unilever Indonesia Tbk. bekerjasama dengan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Republika, Radio Delta dan Yayasan Nurani Dunia memberikan bantuan berupa produk-produk Unilever sebanyak 5.000 paket yang ditujukan bagi sekitar 25,000 jiwa. Bantuan yang disumbangkan berupa kebutuhan sehari-hari yang sangat diperlukan masyarakat, antara lain sabun mandi, pasta gigi, sikat gigi, shampo, dan obat nyamuk, serta sarung dan selimut.

„Visi Unilever Indonesia adalah menjadi pilihan utama bagi konsumen, customer/pelanggan dan masyarakat. Sebagai salah satu wujud nyata dari visi ini, kami memiliki agenda resmi untuk mendukung pengembangan masyarakat serta untuk membantu mereka yang membutuhkan melalui program tanggung jawab sosial (corporate social responsibility / CSR). Sebagai perusahaan yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, sudah sepantasnyalah bila program bantuan dan pengembangan masyarakat menjadi satu hal yang mendapat perhatian besar,“ kata Sinta Kaniawati, General Manager Yayasan Unilever Peduli yang merupakan yayasan nirlaba di bawah PT Unilever Indonesia Tbk.

”Musibah gempa yang terjadi pada awal puasa sangat memilukan, pada saat buka puasa mereka tidak punya apapun untuk berbuka. Untuk itu Unilever juga menyumbangkan 10,000 kilo gram kurma dan biskut, serta 10.000 botol air mineral,” tambah Sinta.

Maya Tamimi, Program Manager Yayasan Unilever Peduli mengatakan, „Gempa bumi yang terjadi di Bengkulu telah meluluh lantahkan berbagai fasilitas umum seperti masjid, sekolah, pesantren, dan fasilitas umum lainnya. Pada saat kami berkunjung ke Bengkulu (17/9), kami juga sempat menyalurkan bantuan kepada warga di Pesantren Darunnaja. Dengan bantuan yang kami salurkan tersebut, kami berharap dapat sedikit meringankan penderitaan saudara-saudara kita yang tertimpa musibah.“

Senada dengan Maya, Andhika Purbo S, Partnership Officer ACT mengatakan, „Berdasarkan pemantauan kami di lapangan, masih banyak daerah yang belum menerima bantuan, diantaranya Kabupaten Pesisir Selatan, Sumateria Barat. Adapun bantuan yang sangat mereka butuhkan saat ini adalah : selimut, tenda, genset (untuk penerangan), tikar, air bersih, makanan siap saji, sembako, dan obat-obatan.“

Sinta mengatakan bahwa donasi Unilever ke warga Bengkulu dan Sumatera Barat ini distribusi atau penyaluran dapat terlaksana berkat kerjasama dengan para mitra yaitu ACT, Republika, Radio Delta, dan Yayasan Nurani Dunia. Sumbangan bantuan telah diserahkan kepada warga korban gempa secara bertahap sejak tanggal 16 September. „Kami sangat menghargai kerjasama dengan para mitra yang sudah berpengalaman menangani pendistribusian bantuan untuk korban gempa. Dengan kerjasama tersebut bantuan akan langsung diterima dengan cepat oleh Masyarakat Bengkulu dan Sumatera Barat. Tanpa kerjasama dengan mitra yang berpengalaman, akan sulit bagi kami untuk merealisasikan bantuan ini. Kami sadar penuh bahwa upaya yang dilakukan bersama akan memberikan dampak yang lebih besar bagi warga Bengkulu dan Sumatera Barat,“ kata Sinta.

„Untuk daerah Jambi dan Padang, Area Sales Manager (ASM) Unilever di kedua daerah tersebut juga turun tangan berkoordinasi dengan Yayasan Unilever Peduli dalam hal penyediaan produk. Selain itu kami juga mendapat dukungan penuh dari distributor lokal kami untuk mendistribusikan bantuan,“ tambah Sinta.

19 September 2007

BTN Gandeng Sampoerna Foundation Untuk Program CSR

Tanggal : 19 September 2007
Sumber : http://www.kapanlagi.com/h/0000191565.html


Kapanlagi.com - Bank Tabungan Negara (BTN) menjalin kerjasama dengan Sampoerna Foundation untuk menjalankan program peran sosial perusahaan (corporate social responsibility, CSR), yang dituangkan dalam Perjanjian Kerjasama yang ditandatangani kedua pihak di Kantor Pusat Bank BTN Jakarta, Rabu.

Dari pihak BTN diwakili Siswanto dan Fatchudin Direktur Bank BTN, sedangkan Yayasan Sampoerna diwakili Elan Merdy selaku pengurus.


Menurut Siswanto, program CSR yang dikerjasamakan dalam bentuk pemberian bea siswa Rp500 juta kepada 500 siswa-siswi SMA, anak debitur KPR Bank BTN yang berprestasi di sekolah.


Bank BTN akan menyiapkan beasiswanya dan Yayasan Sampoerna yang akan mengelola pemberian beasiswa tersebut. Keterlibatan Sampoerna dalam penyaluran beasiswa tersebut karena adanya keterbatasan jaringan dan sistem sehingga untuk menyalurkannya diperlukan kerjasama dengan institusi yang telah memiliki pengalaman, katanya.


Ia juga mengungkapkan, Bank BTN sudah cukup lama menjalankan program kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan sebelum program CSR ramai dibicarakan.


Program kepedulian masyarakat dan lingkungan sudah masuk dalam misi Bank BTN ke-5. Visi dan Misi secara formal sudah digariskan sejak 2000, namun kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan sudah masuk dalam misi bisnis.


Pihaknya telah melakukan kegiatan rutin seperti pemberian beasiswa kepada anak yatim piatu, pembangunan sekolah korban gempa, bantuan korban banjir, bantuan korban tsunami, penghijauan di kawasan Kemayoran, Puncak, Semarang, Yogyakarta, serta kegiatan sosial lainnya, kata Siswanto.


Selain beasiswa, Bank BTN untuk program CSR 2007 memfokuskan pada perbaikan prasarana lingkungan yang saat ini dikonsentrasikan di wilayah perumahan Jabotabek dengan perbaikan lingkungan, sarana air, dan penerangan jalan.


Ada tiga wilayah yang sudah menjadi proyek percontohan di Depok, Ciputat, dan Bogor. Namun dengan pertimbangan agar dapat dilakukan secara nasional sehingga bermanfaat bagi masyarakat banyak, Bank BTN mengajak Sampoerna Foundation untuk memberikan beasiswa bagi siswa-siswi debitur BTN yang berprestasi di sekolah.


Berdasarkan data 1976 sampai 17 September 2007, BTN telah merealisasikan kredit sebesar Rp52,1 triliun dengan jumlah debitur sebanyak 2.546.403. Dari jumlah ini yang sudah disalurkan untuk rumah bersubsidi (RSH) sebesar Rp19,2 triliun dengan jumlah rumah 1.902.417 unit.


Sementara tahun ini dari target kredit Rp7,4 triliun sampai dengan 17 September 2007 telah terealisasi Rp4,9 triliun, dan Rp2,3 triliun diantaranya disalurkan untuk RSH dengan jumlah rumah 62.536 unit.


Menurut Elan Merdy, saat ini sekitar 34,9 juta (hampir 50 persen) tidak bersekolah sehingga perlu difasilitasi melalui program CSR.