28 November 2007

Riaupulp Raih Asian CSR Award di Vietnam

Tanggal : 28 September 2007
Sumber : http://www.riauinfo.com/main/news.php?c=1&id=2579

HO CHI MINH (RiauInfo)
- Kesuksesan pembangunan sosial pada seluruh lini kehidupan masyarakat tidak akan terwujud tanpa sinergi antara pemerintah, para pelaku bisnis, dan civil society (masyarakat madani). Menciptakan pelayanan kesejahteraan sosial Indonesia tidak sekadar tanggung jawab lembaga eksekutif atau pemerintah semata, namun perlu partisipasi aktif sektor swasta.

Demikian dikatakan H.Amru Mahalli dalam sambutan singkatnya saat menerima penghargaan Asian CSR Award 2007 pada acara jamuan makan malam seluruh peserta Asian Forum on CSR di Hotel Sheraton Saigon, Ho Chi Minh City, Vietnam, Jumat tadi malam (28/9).

Di hadapan sekitar 550 delegasi dari 32 negara, Amru menegaskan benih-benih program CSR dari swasta yang sekarang ini marak dan telah berhasil memberdayakan masyarakat, harus diperkuat lagi dengan kerangka makro kebijakan umum oleh pemerintah.

“Fungsi pemerintah dalam jaringan pembangunan sosial adalah untuk mengingatkan, melindungi, dan memfasilitasi sektor swasta dalam pengejawantahan program-program pemberdayaan masyarakat, karena peran utama pembangunan sosial ada di masyarakat yang bersinergi dengan sektor swasta di bawah koordinasi pemerintah,” papar Amru.

Ditambahkannya, pembangunan sosial di seluruh kawasan dunia sudah selayaknya dilaksanakan dengan pola kebersamaan, kegotong-royongan, serta kesetia-kawanan. Masyarakat harus secara bersama-sama memenuhi kebutuhan sendiri.

Dalam pada itu, Public Relations Manager Riaupulp, Nandik Sufaryono, yang menyertai Direktur CSR Riaupulp dalam acara tersebut, kepada wartawan menyatakan, penghargaan CSR Award pada Asian Forum 2007 itu diraih Riaupulp untuk kategori Poverty Elevation, di mana dalam program pemberdayaan masyarakat, Riaupulp sangat intens melakukan pendampingan bagi mitra binanya, termasuk untuk program Integrated Farming System (IFS) atau program pertanian terpadu yang akhirnya memperoleh award dalam Asian Forum for CSR 2007.

“Dalam menjalankan bisnisnya, Riaupulp berupaya secara maksimal untuk menjaga keselarasan lingkungan serta pembangunan sosial kemasyarakatan. Setiap tahun, Riaupulp menganggarkan lebih dari US$ 4 Juta untuk pelaksanaan program CSR, yang meliputi program pertanian terpadu, UMKM yang telah melahirkan para wirausahawan lokal serta program lain di dunia pendidikan, seperti pemberian beasiswa bagi siswa SD, SMP, SMA, hingga Universitas dan honor bagi guru honorer yang sekolahnya swadaya dari masyarakat,” tuturnya.

Nandik menuturkan, penghargaan CSR Award 2007 di Vietnam ini akan semakin mendorong pihaknya untuk senantiasa konsisten melaksanakan program pemberdayaan masyarakat, khususnya dalam kawasan operasional perusahaan.

“Bagi Riaupulp keberlangsungan bisnis secara lestari harus dibarengi dengan praktik CSR sebagai upaya membantu pembangunan sosial. CSR adalah keniscayaaan, pemberdayaan kepada masyarakat adalah social capital bagi perusahaan. Dalam konteks Riaupulp, kami selalu ingin maju dan berkembang bersama masayarakat Riau,” tegasnya.

17 November 2007

Beasiswa untuk 70 Siswa Bali Angkatan Pertama; Program Beasiswa ASTRO Asih senilai Rp 13,5 Miliar

Tanggal : 17 November 2007
Sumber : http://www.astro.co.id/pages/pr14.ph


Denpasar. ASTRO dan Usaha Tegas Group (The Group) yang bekerjasama dengan Sampoerna Foundation menyelenggarakan peresmian pemberian beasiswa kepada 70 siswa SMA dan S1 angkatan pertama program beasiswa ASTRO Asih senilai Rp 13,5 miliar (US$ 1,5 juta) di Denpasar (17/11). Program beasiswa ASTRO asih ini sendiri nantinya akan disalurkan secara bertahap pada lima angkatan dengan total 725 siswa SMA dan 160 mahasiswa S1. Program ini merupakan langkah awal dari ASTRO dalam menjalankan program Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia. ASTRO juga berjanji untuk memberikan beasiswa pada 5.000 siswa dalam tiga tahun mendatang dan 10.000 siswa dari seluruh Indonesia dalam 10 tahun mendatang. Sehingga para siswa SMA dan mahasiswa S1 maupun S2 dapat memperoleh akses guna menyalurkan potensi yang dimilikinya.


”Kami sangat bangga pada seluruh siswa penerima beasiswa ASTRO Asih angkatan pertama ini,” ungkap Zainir Aminullah, Executive Director ASTRO Entertainment, pada acara penyerahan beasiswa di SMAN 4 Denpasar. Beasiswa untuk angkatan pertama ini diberikan kepada 50 siswa SMA dari Kabupaten Buleleng, Bangli, Karangasem, dan Klungkung, serta 20 mahasiswa S1 yang berasal dari seluruh daerah di propinsi Bali. Walaupun data dari BPS mengenai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2004 – 2005 menyatakan bahwa Bali adalah daerah yang tingkat indeks pembangunannya cukup bagus, yaitu menduduki peringkat ke-15 di Indonesia, tingkat kemampuan masyarakatnya untuk menyelesaikan pendidikan tinggi tergolong masih rendah. Elan Merdy, Chief Operating Officer Sampoerna Foundation menambahkan bahwa menurut rencana, dalam beberapa tahun ke depan, ASTRO bersama SF akan memperluas jangkauan hingga dapat merengkuh seluruh sekolah yang ada di pulau Bali.


Pada acara ini juga dilaksanakan kegiatan outbond games oleh 70 penerima beasiswa bersama para pejabat ASTRO dan Sampoerna Foundation. Gede Angga Ardiana (15) siswa SMAN 1 Singaraja, Buleleng di sela-sela kegiatan outbond games mengatakan bahwa dirinya sadar akan tanggung jawab yang diembannya. ”Sebagai penerima beasiswa ASTRO Asih, saya sadar bahwa saya punya tanggung jawab yang besar untuk bisa mewujudkan cita-cita. Melihat keterlibatan Bapak dan Ibu dari ASTRO dan Sampoerna Foundation, kami percaya bahwa mereka akan berjuang bersama kami untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik,” ungkap Angga.


Dua puluh penerima beasiswa S1 ASTRO Asih adalah mahasiswa asal Bali yang saat ini tengah menjalani kuliah di jurusan pertanian, teknik, atau ekonomi di berbagai perguruan tinggi seperti Universitas Udayana, Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, Institut Teknologi 10 November, dan Universitas Gadjah Mada. Para penerima beasiswa ini akan menerima seluruh biaya kuliah dan biaya hidup. Mereka juga akan mendapatkan kesempatan kerja magang di ASTRO atau perusahaan-perusahaan lain yang bermitra dengan ASTRO maupun Sampoerna Foundation, sebagai bekal pengalaman di dunia kerja. Mereka terpilih melalui seleksi yang dilakukan oleh Sampoerna Foundation, Astro, dan juga universitas terkait. ”Para penerima beasiswa ini tidak hanya harus pintar, tetapi juga harus memiliki kepedulian sosial yang tinggi sehingga nantinya mereka bisa menjadi agen perubahan yang dapat membawa Bali dan Indonesia ke tingkat kualitas yang lebih tinggi,” tambah Zainir.


Elan menambahkan bahwa SMAN 4 Denpasar, tempat acara ini berlangsung, merupakan salah satu sekolah binaan SF dalam program Sampoerna Foundation United Schools Program (SF USP) yang sejak dibina pada tahun 2005 terus meningkatkan performanya. ”Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas SMA Negeri di seluruh Indonesia melalui berbagai program peningkatan kualitas guru, kepala sekolah, dan murid,” tambah Elan yang ditemui saat berbincang dengan Putu Novia Gariri (19), salah satu penerima beasiswa yang saat ini tengah menjalani masa kuliah di jurusan peternakan Universitas Udayana, Bali. Untuk menunjukkan dukungannya terhadap peningkatan kualitas pendidikan Indonesia, ASTRO kemudian mendonasikan Rp 10 juta yang dapat digunakan untuk penyediaan alat musik sebagai fasilitas pendukung pendidikan SMAN 4 Denpasar.


Tentang Astro


ASTRO ALL ASIA NETWORKS plc adalah media terkemuka di Malaysia dan Brunei yang menggunakan sistem satelit Direct-To-Home (DTH). Televisi berlangganan dengan merk ASTRO ini juga terdapat di Indonesia. ASTRO juga merupakan stasiun radio terkemuka dii Malaysia, penerbit majalah panduan televisi dan majalah gaya hidup serta pembeli juga produser acara televisi terbesar di negara tersebut. ASTRO juga merupakan produser film utama di Malaysia. ASTRO Entertainment Network menghadirkan lebih dari 20 saluran televisi yang isinya memiliki beraneka ragam genre serta dihadirkan dalam berbagai bahasa. Celestial Pictures yang juga merupakan anak perusahaan dari ASTRO adalah sebuah badan usaha yang memiliki kumpulan film Mandarin terbesar. Semua film tersebut dibuat dengan proses digital serta diluncurkan melalui sarana teater, video, televisi, distribusi media baru dan saluran TV Celestial Movies. Kekuatan merk dagang ini pun semakin bertambah dengan merambah bidang pelayanan multimedia interaktif, termasuk pengadaan program-program tambahan pada telepon genggam.


Tentang Usaha Tegas Group


Usaha Tegas merupakan induk perusahaan investasi yang memiliki saham di perusahaan yang bergerak di bidang Telekomunikasi, Broadcast & Media, Energi (Listrik, Minyak & Gas), Pengembangan perumahan, Penyelenggara pameran dan aneka ragam acara hiburan. Grup ini mendukung berbagai macam pengembangan masyarakat di seluruh wilayah melalui yayasan seperti Inter Community Welfare Foundation dan The Malaysian Community and Education Foundation.


Tentang Astro Asih

Astro Asih merupakan sebuah wadah kerja sama ASTRO dengan masyarakat untuk meningkatkan pendidikan dan kesehatan masyarakat. Salah satu kegiatan yang dilakukan melalui program Astro Asih adalah Mobile Child Service, yaitu aksi langsung bagi anak-anak korban gempa bumi di Yogyakarta. Selain itu Astro Asih juga ikut andil dalam rehabilitasi bagi korban banjir di Jakarta. Kali ini Astro Asih bekerjasama dengan Sampoerna Foundation (SF) dalam bidang pendidikan dengan memberikan beasiswa mulai dari jenjang SMA hingga S1 di Bali.


Tentang Sampoerna Foundation (SF)


Sampoerna Foundation adalah sebuah organisasi nirlaba yang berdedikasi untuk memperbaiki kualitas dan akses pada pendidikan di Indonesia. Sejak tahun 2005, SF telah membentuk beberapa program perbaikan kualitas pendidikan. Salah satunya adalah SF United Schools Program (SF-USP), yang bertujuan memperbaiki kualitas Sekolah Menengah Atas di Indonesia. SF-USP telah mengadopsi 14 sekolah di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Aceh, dan Bali sampai dengan Juli 2006. Pada tahun 2006, SF telah meluncurkan Sampoerna Foundation Teacher Institute dan Sampoerna School of Business and Management-ITB.


Sampai saat ini, SF telah memberikan lebih dari 25.000 beasiswa dari tingkat SD hingga S2 kepada siswa yang memiliki kemampuan namun mengalami kesulitan keuangan. Hingga saat ini SF telah mengirimkan putra-putra terbaik bangsa ke sekolah-sekolah bisnis top di dunia seperti Harvard Business School (Harvard University), Hass School of Business (University of California, Berkeley), Wharton School (University of Pennsylvania), dan London Business School (LBS).
SF memiliki 111 alumni S1 dan S2 dan 4,704 alumni SMA. Melalui pemberdayaan secara personal maupun profesional, SF memberikan kesempatan kepada para penerima beasiswanya untuk memberikan kontribusi kepada pembangunan bangsa.


SF juga memfasilitasi sektor swasta yang mendukung perkembangan pendidikan nasional melalui program CSR (Corporate Social Responsibility) dengan cara mengelola dana CSR dan memberikan akses magang di perusahaan-perusahaan besar bagi penerima beasiswa SF. Di Aceh, Yogyakarta, Jawa Tengah dan Pangandaran, SF bekerjasama dengan mitra lokal dan internasional untuk menata kembali sistem pendidikan yang hancur. Untuk keterangan lebih lanjut, silahkan kunjungi situs kami: www.sampoernafoundation.org


12 November 2007

Direktur CSR Riaupulp Tampil di Semiloka UGM

Tanggal : 12 Septembers 2007
Sumber : http://www.riaupos.com/riaupulp/ugm.html


JOGYAJARTA Kesuksesan pembangunan sosial tidak akan terwujud tanpa sinergi antara pemerintah, bisnis (swasta), dan civil society (masyarakat madani). Kesimpulan ini ditegaskan oleh Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar, Dirjen Pemberdayaan Sosial Depsos Gunawan Sumodiningrat, dan Direktur Corporate Social Responsibility (CSR) PT Riau Andalan Pulp And Paper (Riaupulp) Amru Mahalli, pada acara Semiloka Pemetaan Praktik Pelayanan Sosial yang digelar Jurusan Sosiatri, Fisipol UGM, di Jogjakarta, Selasa (11/9).

‘’Menciptakan pelayanan kesejahteraan sosial Indonesa tidak sekadar tanggung jawab lembaga eksekutif atau pemerintah semata, namun perlu merangkul kalangan swasta,’’ papar Muhaimin dalam siaran pers yang diterima Riau Pos,.


Menurutnya, benih-benih program CSR dari swasta yang sekarang ini marak dan telah berhasil memberdayakan masyarakat, harus diperkuat lagi dengan kerangka makro kebijakan umum.


Sementara itu, Prof Gunawan Sumodiningrat memaparkan, fungsi pemerintah dalam pembangunan sosial adalah mengingatkan, melindungi, dan memfasilitasi. ‘’Sebenarnya, masyarakat yang paling berperan dalam pembangunan sosial. Pembangunan itu harus dengan kebersamaan, gotong royong, dan setiakawan. Masyarakat harus bersama memenuhi kebutuhan sendiri,’’ jelas Gunawan.


Untuk itu, rakyat harus ikut merencanakan, melaksanakan, dan menikmati pembangunan. Karena pembangunan sosial berfungsi menyetarakan kehidupan ekonomi masyarakat. ‘’Namun, kalau pemerintah dan masyarakat tidak mampu, maka harus digabung dengan kalangan bisnis,’’ katanya. Menurutnya, untuk itu kalangan bisnis harus punya jiwa sosial untuk memperbaiki negara ini.


Lontaran kalangan pemerintah ini, diamini kalangan bisnis yang diwakili oleh Direktur CSR Riaupulp, Amru Mahalli yang juga jadi pembicara dalam seminar ini. Menurutnya, tak hanya karena jiwa sosial kalangan peruusahaan, baginya kalau bisnis ingin berlangsung secara lestari maka harus melaksanan praktik CSR sebagai upaya membantu pembangunan sosial.


‘’CSR adalah keniscayaaan, pemberdayaan kepada masyarakat adalah social capital bagi perusahaan. Dalam konteks Riaupulp, kami selalu ingin maju dan berkembang bersama msayarakat Riau,’’ tegas Amru.


Dalam pada itu, Public Relations Manager Riaupulp Nandik Sufaryono, yang menyertai Direktur CSR Riaupulp dalam acara tersebut, kepada wartawan menyatakan, idealnya dalam menjalankan bisnisnya, kalangan swasta tak hanya mencari keuntungan semata, melainkan juga menjaga keselarasan lingkungan serta pembangunan sosial.


‘’Setakat ini, Riaupulp telah melakukan prinsip 3P, yakni membangun People (manusia), Planet (lingkungan), dan bisnis (profit). Selanjutnya yang patut dilakukan adalah membangun triple patrnersip antara pemerintah, bisnis, dan masyarakat guna melakukan sinergi yang bertanggung jawab agar tidak sekadar menjadi retorika semata,’’ katanya.


Nandik menambahkan, setiap tahun, Riaupulp menganggarkan lebih dari 4 juta dolar AS untuk pelaksanaan program CSR, yang meliputi program pertanian terpadu, UMKM yang telah melahirkan para wirausahawan lokal. Program lain di dunia pendidikan antaranya, pemberian beasiswa bagi siswa SD, SMP, SMA, hingga Universitas dan honor bagi guru honorer yang sekolahnya swadaya dari masyarakat.


Nandik juga menambahkan, hasil penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM UI), yang diadakan 2006 menujukkan, selama 1999-2005, Riaupulp berkontribusi sekitar Rp873,09 miliar terhadap penerimaan negara. Lalu, sekitar Rp195,04 miliar (97,94 persen) diterima oleh semua Pemda di Provinsi Riau (Provinsi dan Kabupaten/Kota).


‘’Sepekan lalu, Riaupulp juga baru memperoleh Social Empowerment Award dari Koordinator Kementrian Kesra setelah di tahun 2006, Depsos dan Kementerian Kesra RI menganugerahi bidang CSR dalam hal Investasi Sosial. Sebelumnya, tahun 2005, Riaupulp dianugerahi Runner Up Asian Corporate Social Responsibility (CSR) Award untuk kategori Environmental Excellent serta peringkat pertama CSR Indonesia Award untuk kategori sosial,’’ papar Nandik.

06 November 2007

CSR dan Politik Ekonomi Kita

Tanggal : 06 November 2007
Sumber : http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=44871


Pada awalnya, perusahaan (korporasi) diciptakan untuk melayani dan memenuhi kebutuhan manusia. Dari pelayanan tersebut kemudian korporasi mendapatkan reward dalam bentuk laba atau profit. Tetapi sekarang ini, sebagai sebuah produk hukum, korporasi dipersyaratkan untuk hanya mengejar keuntungan sebesar-besarnya bagi pemilik atau pemegang saham sebagai tujuan utamanya. Sekilas, tidak nampak adanya pertentangan mencolok pada kedua perspektif tersebut. Tetapi sebenarnya, kedua pandangan itu mengandung kontradiksi dan bertumpu di atas landasan nilai yang berbeda yang menjadi pijakannya. Perspektif pertama menekankan bahwa keuntungan korporasi merupakan konsekuensi dari tindakan pelayanan atau pemenuhan kebutuhan terhadap konsumen, pengguna jasa, dan atau kliennya. Sementara pandangan kedua menekankan bahwa keuntungan merupakan tujuan utama yang absolut. Pelayanan adalah instrumen belaka untuk mendapatkan keuntungan maksimal.


Perbedaan kedua asumsi dasar tersebut mendasari polemik tentang konsep dan implementasi CSR (Corporate Social Responsibility) selama ini. Apalagi Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT) yang disahkan oleh DPR pada bulan Juli lalu, memuat kewajiban CSR, terutama bagi korporasi yang bergerak di bidang sumber daya alam yang mengundang pro-kontra hingga saat ini. Sebagian pihak menyambut baik regulasi CSR karena akan mengikat korporasi untuk mengimplementasikan CSR secara nyata. Sementara pihak lain menentang regulasi CSR, terutama pelaku dunia usaha. Pasalnya, regulasi CSR dianggap mendistorsi prinsip-prinsip ekonomi dan spirit neoliberalisme yang telah dianut oleh berbagai bangsa, termasuk pemerintah negara kita.


Pro-CSR

Sumbangsih dan manfaat dari aktivitas korporasi tidak perlu lagi dipertanyakan karena memang demikian harapan awal mula penciptaannya. Tetapi pihak pro-CSR lebih menekankan pada fakta lapangan yang memperlihatkan adanya berbagai dampak negatif yang ditimbulkan oleh korporasi. Tidak jarang malapetaka sosial dan lingkungan yang terjadi selama ini akibat dari aktivitas korporasi yang menyimpang dan tak terkontrol dengan baik, seperti kasus lumpur Lapindo. Di mana-mana kita dapat menemukan tingginya tingkat polusi; udara, suara, air sungai dan laut yang sedemikian parah. Hutan semakin menyusut, banjir dan kekeringan melanda setiap tahunnya.


Di samping itu, kerakusan korporasi juga berdampak terhadap tingginya tingkat kemiskinan dan kejahatan. Nilai-nilai budaya lama tergantikan oleh nilai-nilai baru yang belum tentu cocok dengan masyarakat kita. Struktur sosial mengalami kerapuhan. Konsumerisme berlebihan dan fatalisme sosial menjadi biasa. Pola dan gaya hidup masyarakat telah didikte dan didesain oleh korporasi terutama dalam era globalisasi yang tak terelakkan ini.


Selain pengaruh negatif tersebut, pihak pro-CSR mengharapkan korporasi untuk dapat ikut serta dalam proses pembangunan berkelanjutan. Korporasi bukanlah entitas terpisah dari sebuah masyarakat dan lingkungan di mana dia berada, tetapi korporasi merupakan bagian integral yang hanya dapat eksis jika memiliki legitimasi sosial yang kuat. Untuk memiliki legitimasi yang kuat, sebuah korporasi mesti memiliki banyak manfaat dan peduli terhadap lingkungan sosialnya atau menjadi good corporate citizenship.


Politik Ekonomi

Selama ini, terjadinya penyimpangan atau akibat buruk dari sejumlah korporasi di berbagai belahan bumi ternyata menimbulkan reaksi keras dari berbagai pemikir sosial-ekonomi dan para aktifis. Kritik, tekanan dan demonstrasi kerap menghiasi dinamika global terutama sejak tahun 1970-an. Para ekonom, ahli manajemen, dan pelaku bisnis yang merasa kegerahan dengan serangan tersebut kemudian segera menata diri dan melakukan perlawanan, atau mengadopsi CSR sebagai rasionalisasi dari new strategic management mereka.


Salah seorang kampiun ekonom yang terus mengumandangkan penentangannya terhadap CSR hingga akhir hidupnya adalah Milton Friedman, seorang pemenang Nobel Ekonomi. Friedman menegaskan bahwa CSR mendistorsi prinsip-prinsip ekonomi dan merupakan penyimpangan dari hakikat penciptaan korporasi. Menurutnya, satu-satunya tujuan korporasi adalah untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya bagi pemilik atau pemegang saham, bukan untuk tujuan-tujuan sosial lainnya. Yang terpenting adalah bagaimana korporasi dapat berjalan dengan baik menurut aturan main yang ada. Karena itu, jangan pernah berharap adanya keikhlasan muncul dari sebuah korporasi untuk menerapkan CSR secara nyata dan sungguh-sungguh. Toh kalau CSR mesti diterima, itu hanya dalam keadaan dan batas-batas tertentu saja.


Memajang perempuan cantik di depan mobil yang hendak dijual, bukan berarti menjual perempuan tersebut. Tetapi tujuan utamanya adalah bagaimana menjual mobil tersebut. Demikian kiasan sang maestro ekonomi tersebut. Selain itu, berbagai hasil riset menemukan bahwa memang CSR didoktrinkan oleh kaum neoliberalis untuk melanggengkan sifat kerakusan korporasi dan sistem kapitalisme dunia. CSR diadopsi hanya sekadar trik managemen terkini atau siasat ekonomi baru. Karena itu, korporasi tidak pernah menerapkan prinsip-prinsip CSR sebenar-benarnya seperti yang dikampanyekan selama ini. Paling banter, CSR merupakan instrumen untuk meraih legitimasi sosial baru korporasi yang mengalami koreksi dan menempatkan CSR sebagai pilantropi korporasi yang merupakan kemasan dari politik ekonomi ketimbang implementasi komitmen moral dunia usaha seperti yang digembar-gemborkan.


Posisi Baru

Pro-kontra terhadap paradigma CSR jelas merefleksikan adanya kepentingan dan nilai-nilai yang berbeda yang dipegangi oleh pihak-pihak terkait. Tetapi berdasarkan uraian di atas, peregulasian CSR bukan tanpa alasan. Posisi CSR mesti segera dipertegas karena sudah sekian lama CSR bertumpu di atas landasan yang rapuh. Sementara dampak buruk dari aktivitas korporasi terus berlangsung. Komitmen dan janji-janji moral korporasi yang ditunggu-tunggu untuk menerapkan prinsip-prinsip CSR secara bersungguh-sungguh tidak dapat dipegang sepenuhnya. Karena itu, pihak pro-CSR beranggapan bahwa sudah cukup alasan untuk meregulasikan CSR secara permanen.


Tidak dapat dipungkiri bahwa kewajiban CSR akan menjadi beban baru bagi korporasi, tetapi membiarkan CSR terombang-ambing di antara politik ekonomi dan klaim moralitas korporasi seperti selama ini, cukup membingungkan. Di samping itu, menunggu keikhlasan dan niat baik dari korporasi untuk melaksanakan CSR secara suka rela tanpa motif politik ekonomi, terasa sulit untuk dibayangkan. Korporasi mesti lebih ditekan dan diikat untuk melaksanakan CSR, demikian para penganut pro-CSR berargumen. Dan salah satu langkah dan pilihan paling rasional bagi mereka adalah meregulasikan CSR seperti yang telah dilakukan oleh DPR kita. Meskipun reaksi pro-kontra terus menyertai, keputusan telah diambil.


Suka atau tidak suka, regulasi CSR telah permanen. Pro-kontra pun biarlah tetap berlangsung untuk memperkaya wacana, tetapi tidak perlu destruktif atau set-back. Sekarang yang terpenting adalah bagaimana menafsirkan dan mengempirikkan kewajiban CSR tersebut dalam formulasi program secara tepat dan bijaksana. Bukti dan implementasi program akan terasa jauh lebih bermanfaat, ketimbang janji dan klaim moralitas belaka.