13 Desember 2007

BRI Bantu Rehabilitasi Hutan Mangrove Rp1 Miliar

Tanggal : 13 Desember 2007
Sumber : http://www.hupelita.com/baca.php?id=41325



DIREKTUR Utama BRI, Sofyan Basir, memberikan bantuan untuk merehabilitasi tanaman mangrove seluas 75 hektar di pesisir pantai Tangerang, Jakarta, Bekasi, dan Kerawang senilai Rp1 miliar rupiah.


Bantuan yang diserahkan Dirut BRI Sofyan Basir kepada Menteri Kehutanan MS Kaban, di Jakarta, Minggu (15/12), ini nantinya akan diteruskan kepada kelompok-kelompok masyarakat tersebut, merupakan salah satu rangkaian acara Hari Ulang Tahun BRI yang ke-112.


Ini merupakan wujud kepedulian BRI yang tercipta dalam program tanggung jawab sosial (corporate social responsibility/CSR), kata Sofyan Bashir.


BRI juga memberikan bantuan berupa 112 sepeda motor untuk petugas pertanian lapangan (PPL) yang diserahkan kepada Menteri Pertanian Anton Apriantono.


Menurut Sofyan Basir, pihaknya juga telah melakukan program CSR diantaranya pengobatan gratis di Bogor, operasi bibir sumbing dan operasi keloid di Palembang, bantuan obat untuk 112 Puskesmas, bantuan 112 motor TNI (Tentara Nasional Indonesia) di perbatasan, dan renovasi sarana olahraga di 112 SMP seluruh Indonesia.


Ia menjelaskan program-program CSR tersebutakan terus dikembangkan dan diusahakan sehingga akan membentuk lingkungan yang baik bagi Bank BRI.


Sofyan Basir menambahkan hingga September 2007, laba BRI telah mencapai Rp3,62 triliun. \"Ini merupakan laba terbsesar di jajaran perbankan nasional,\" katanya.


Pendapatan bunga yang diperoleh sampai dengan triwulan III 2007 sebesar Rp17,154 triliun atau meningkat 10,15 persen dibandingkan periode sama tahun 2006 yang tercatat Rp15,573 triliun.


Seperti periode sebelumnya, pendapatan bunga Bank BRI sampai triwulan III Tahun 2007 sebagian besar diperoleh dari keberhasilan perseroan dalam aktivitas penyaluran kredit yang menyumbang 77,65 persen dari total pendapatan bunga.


Di sisi lain, beban bunga sampai triwulan III tahun 2007 tercatat Rp4,767 triliun, mengalami penurunan sebesar 11,62 persen dibanding periode sama tahun 2006 yang tercatat sebesar Rp5,395 triliun.


Penurunan beban bunga tersebut disertai dengan kenaikan pendapatan bunga menyebabkan pendapatan bunga bersih (Net Interest Income/NII) Bank BRI sampai triwulan III tahun 2007 sebesar Rp12,387 triliun atau meningkat 21,69 persen dibandingkan pendapatan bunga bersih untuk periode sama tahun 2006 yang sebesar Rp10,179 triliun.


Karena itu, Bank BRI masih mampu mempertahankan tingkat Net Interest Margin (NIM) yang tinggi pada triwulan III tahun 2007 yaitu sebesar 11,07 persen.


Total aset Bank BRI tumbuh sebesar 26,81 persen yaitu dari Rp140,457 triliun pada akhir triwulan III tahun 2006 menjadi Rp178,109 triliun pada akhir triwulan III tahun 2007. Pertumbuhan aset yang konsisten mendorong Bank BRI menjadi bank nasional terbesar ketiga di Indonesia.


Ekuitas mengalami peningkatan 19,26 persen dari Rp15,376 triliun pada akhir triwulan III tahun 2006 menjadi Rp18,337 triliun pada akhir triwulan III tahun 2007. Return on Assets (ROA) sebelum pajak sampai triwulan III tahun 2007 adalah 4,27 persen di atas ketentuan bank jangkar sebesar 1,5 persen.


Seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian makro Indonesia, penyaluran kredit Bank BRI juga mengalami pertumbuhan yang baik.


Hingga triwulan III tahun 2007, outstanding kredit Bank BRI mencapai Rp105,553 triliun atau meningkat sebesar 21,76 persen, outstanding periode sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp86,691 triliun.

11 Desember 2007

BRI Siapkan CSR 4% dari Laba Bersih

Tanggal : 11 Desember 2007
Sumber: http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2007/12/11/19/67545/19/bri-siapkan-csr-4-dari-laba-bersih


JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Tbk menyediakan dana bantuan hibah (corporate social responsibility/CSR) sebesar empat persen dari total laba bersih. Dana bantuan hibah ini disalurkan untuk kegiatan produktif masyarakat.

"Jumlahnya selalu bertambah. Jadi, bisa saja dana program CSR kita bertambah, kalau masih tersisa. Kita akumulatifkan untuk tahun berikutnya," kata Direktur Kepatuhan BRI Bambang Soepumo, usai kegiatan donor darah dalam rangka HUT BRI ke-112 yang jatuh pada 16 Desember mendatang di Jakarta, Selasa (11/12/2007).

Menurut Supomo, sampai dengan triwulan III-2007 perseroan berhasil membuku laba setelah pajak sebesar Rp3,618 triliun atau meningkat 16,59 persen, dibandingkan perolehan laba periode yang sama 2006 yang tercatat sebesar Rp3,104 triliun. Pencapaian laba BRI tersebut, merupakan bank dengan laba terbesar di Indonesia.

Supomo menuturkan, perseroan sangat proaktif dalam menunjang program pemerintah untuk perkembangan UMKM, baik kepada sektor perbankan maupun kepada pelaku usaha. Selain itu memberikan kemudahan dalam penyelesaian kredit bermasalah UMKM, tetapi juga mencakup pemberian kredit UMKM sampai dengan Rp500 juta.

Kredit bagi UMKM dan Koperasi dengan pola penjaminan tersebut, lanjut Supomo disalurkan untuk sektor ekonomi produktif. Sedangkan suku bunga kredit maksimum 16 persen, dan jumlah plafon kredit maksimum Rp500 juta per debitor.

Sebelumnya, per November 2007 BRI sudah mengucurkan dana bergulir sekitar Rp100 miliar. Sedangkan keseluruhan dana bergulir yang berasal dari laba bersih dan dicadangkan untuk program CSR sebesar Rp180 miliar. (Tomi Sujatmiko/Sindo/rhs)

08 Desember 2007

Realisasi Pupuk Urea Bersubsidi 1,5 Juta Ton


Tanggal : 8 Desember 2007
Sumber: http://www.tribunkaltim.com/Bontang/Realisasi-Pupuk-Urea-Bersubsidi-15-Juta-Ton.html


BONTANG, TRIBUN - Direktur Utama PT Pupuk Kaltim (PKT) Hidayat Nyakman mengatakan PKT telah berperan dalam menunjang program ketahanan pangan nasional, khususnya melalui penyediaan pupuk bersubsidi untuk sektor tanaman pangan. Hidayat mencatat hingga November 2007, realisasi penyaluran pupuk urea bersubsidi telah mencapai 1.584.468 ton.


"Sesuai dengan penugasan SK Menteri Perdagangan 34/2006 yang menyatakan bahwa Pupuk Kaltim bertanggungjawab atas distribusi pupuk bersubsidi di Kalimantan (kecuali Kalbar), Sulawesi, Papua, Maluku, Nusa Tenggara, Bali, sebagian Jateng dan Jatim atau hampir meliputi 2/3 wilayah Indonesia. Di tahun 2007 tanggung jawab distribusi urea Pupuk Kaltim mencapai 1,86 juta ton," kata Hidayat pada acara peringatan HUT ke-30 PKT di Kantor Pusat, Jumat (7/12).


Dalam upacara peringatan yang juga dihadiri Walikota Bontang Sofyan Hasdam dan jajaran muspida lainnya, Hidayat mengemukakan, selama tahun 2007 hampir tidak ada keluhan kelangkaan pupuk di daerah yang menjadi tanggung jawab Pupuk Kaltim dan Harga Eceran Tertinggi (HET) dapat dijaga tidak melebihi ketentuan pemerintah. "Sampai dengan bulan November 2007, realisasi penyaluran pupuk urea bersubsidi telah mencapai 1.584.468 ton," ujarnya.


Selain itu, dalam rangka menunjang ketahanan pangan nasional, Hidayat mengatakan, PKT juga mengembangkan sejumlah produk baru untuk meningkatkan produktivitas pertanian. Selain pupuk NPK Pelangi, di tahun 2007 diluncurkan Pupuk Zeo-Organik yang saat ini masih dalam tahap pengembangan dengan pabrik berlokasi di Pare-pare Sulawesi Selatan. Pupuk lain yang masih dalam tahap pengembangan yakni NPK Fuse Blending dan Pupuk Slow Release.


Dipaparkannya, selama 30 tahun, sebagai sebuah entitas bisnis, Pupuk Kaltim telah memberikan banyak kontribusi, baik berupa multiplier effect dari kegiatan usaha maupun program Corporate Social Responsibility (CSR).


"Meskipun tidak dapat mencapai hasil produksi maksimal karena masalah pasokan gas, karena Pupuk Kaltim ditugaskan pemerintah melakukan swap gas dengan Pupuk Iskandar Musa (PIM) sebesar 10 persen, namun dengan upaya efisiensi dan inovasi di bidang produksi maka hasil produksi yang optimal tetap dapat dicapai. Produksi urea Pupuk Kaltim hingga November 2007 telah mencapai target RKAP 2007 yaitu 2.183.700 ton sedangkan produksi amoniak telah mencapai 1.502.261 ton," paparnya.


Dalam penerapan budaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), mulai tanggal 16 Maret 2004 hingga 26 November 2007, Pupuk Kaltim mencapai 17.202.878 jam kerja tanpa kecelakaan atau setara dengan 1.361 hari, dengan jumlah karyawan sebanyak 2.430 orang.


Prestasi lain di bidang K3, Pupuk Kaltim telah meraih penghargaan di bidang polluttion prevention dari Komite Nasional Responsible Care Indonesia (KN-CRI), sehingga Pupuk Kaltim berhak menggunakan logo KN-RCI. Hidayat berharap di usia 30 tahun, perjalanan panjang dan pengalaman yang telah menjadi bagian dari perjalanan perusahaan, tidak membuat perusahaan cepat berpuas diri.


Bantu Bangun 6 Masjid, Gereja dan Pura



BONTANG, TRIBUN - Bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-30, PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) kembali menyalurkan sejumlah bantuan kepada masyarakat Bontang. Bantuan yang diserahkan Direktur Utama PKT, Hidayat Nyakman dan disaksikan Sekretaris Kementerian BUMN, M Said Didu, Jumat (7/12).


Bantuan itu antara antara lain pembangunan sejumlah masjid dan tempat ibadah lainnya, sarana pendidikan dan juga pembangunan sarana umum. Pada kesempatan tersebut juga dilakukan pencairan dana pinjaman modal usaha untuk pengusaha kecil di Bontang senilai Rp 2,6 miliar.


Bantuan pembangunan sarana masjid di Loktuan, antara lain Masjid Al-Araf, Darut Tauhid, Al-Mujahidin, Nurul Jariyah, serta Mushala Hidayatul Mustofa dan Tahfidlul Qur’an berjumlah Rp 98 juta. Tempat ibadah lainnya pun tak luput dari penyaluran bantuan, antara lain Gereja Pentekosta di Telihan Kanaan dan Pura Buana Agung Hindu Dharma Bontang.


Total bantuan untuk gereja dan pura berjumlah Rp 77 juta. Setidaknya tujuh pondok pesantren di wilayah Bontang juga mendapat bantuan berupa mesin isi ulang air mineral. Alat ini dapat digunakan untuk menambah pendapatan pesantren. Total bantuan alat isi ulang bernilai Rp 167 juta. Sedangkan Masjid Fathul Khoir di Kelurahan Gunung Elai pun mendapat bantuan untuk pembangunan Taman Pendidikan Anak (TPA).


Menurut Kepala Biro Humas Tedy Nawardin, PKT telah berkomitmen untuk mendukung program Bontang Cerdas dengan menaruh perhatian besar terhadap dunia pendidikan. Untuk itu, SMP-SMP di Bontang melalui Dinas Pendidikan, juga menerima bantuan Software Matematika dan Fisika. Total nilai bantuan software ini berjumlah Rp 86 juta.


Madrasah Aliyah (MA) Bontang pun mendapat bantuan berupa pembangunan beberapa ruang kelas, musholla dan bantuan fasilitas belajar lainya senilai Rp 200,4 juta.


"Kegiatan Bina Lingkungan selain menangani sarana ibadah dan pendidikan juga meliputi kepedulian untuk pemenuhan sarana umum masyarakat. Masih berhubungan dengan program Bedah Desa Pemkot Bontang, PKT membangun sarana-sarana umum di Kelurahan Guntung, antara lain pembangunan lapangan olahraga, pelebaran jalan, posyandu, pembangunan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dan lain sebagainya dengan total bantuan Rp 766,4 juta," papar Tedy melalui rilisnya.


Di bidang kesehatan, PKT juga mengadakan operasi katarak gratis bagi warga masyarakat Bontang dan sekitarnya. Operasi mata yang dilakukan gratis pertama di Bontang itu, dilaksanakan pada 8 dan 9 Desember 2007, bekerja sama dengan RS PKT, Baitul Maal Baiturrahman PKT, dan Biro PKBL. Selain itu, bekerja sama dengan lembaga yang sama, PKT juga memfasilitasi berdirinya Klinik Dhuafa, di Loktuan.


Sementara di bidang pendidikan, PKT juga melakukan bimbingan test untuk siswa-siswa Bontang yang berprestasi yang diharapkan dapat lolos seleksi ujian masuk perguruan tinggi terkemuka di Jawa. Bidang kesehatan dan pendidikan, akan banyak menjadi perhatian PKT.


Pada HUT ke-30 ini PKT juga mendapat hadiah istimewa. Sunarno, mitra binaan asal Kalimantan Selatan berhasil keluar sebagai pemenang ke-2 di ajang City Bank Awards 2007 di bidang Sektor Jasa Micro Entrepreneurship berkat kiprahnya sebagai pemberi jasa servis peralatan elektronik. Selain itu, PKT sendiri menerima penghargaan CSR Danamon Awards berkat upaya pengembangan ekonomi seluruh pesisir di kawasan pantai Kalimantan Timur untuk kategori perusahaan besar, menyisihkan Bakrie dan Krakatau Steel.


Selama tahun 2007, sampai November, melalui kegiatan PKBL, PKT telah menyalurkan dana pinjaman bagi pengusaha kecil dan koperasi senilai Rp 19,03 miliar dengan mitra binaan sebanyak 20.290 mitra. Sedangkan penyaluran dana Bina Lingkungan untuk sarana ibadah, pendidikan, sarana umum dan kesehatan masyarakat mencapai Rp 3,5 miliar. (may)


03 Desember 2007

GLOBAL PEDULI GEMPA BENGKULU

Tanggal : 03 December 2007
Sumber : http://www.globaltv.co.id/index.php?menu=peduli


Gempa bumi kembali terjadi di pulau Sumatera pada pukul 18:10 WIB, 12 September 2007. Kali ini gempa bersumber dari perairan baratdaya Bengkulu dengan magnitude 7.9 Skala Richter [SR].

Informasi dari Depkes RI saat itu, korban meninggal akibat gempa bumi di Bengkulu tercatat 23 meninggal dan 88 orang luka-luka, baik luka berat atau ringan. Para korban meninggal tersebar di sejumlah lokasi yakni di Bengkulu Utara 6 orang, Padang (3), Bengkulu (2), di Mentawai (3), satu orang di Jambi, satu orang di Solok dan tujuh orang di Kabupaten Mukomuko.

Bappenas saat itu menghitung, terdapat 64.609 rumah di Provinsi Bengkulu, Jambi, dan Sumatera Barat yang rusak. Sebanyak 15.076 unit rumah di ketiga provinsi dilaporkan rusak total atau hancur karena roboh. Sementara, 39.375 unit rumah lainnya rusak berat karena ada beberapa bagiannya yang rusak parah. Jumlah rumah yang rusak ringan tercatat 7.158 unit. Perhitungan ini belum termasuk 3.000 unit rumah lainnya di Kecamatan Pesisir Selatan yang rusak.

Menyikapi besarnya korban akibat gempa ini, GlobalTV Peduli kembali menyalurkan bantuan kepada para korban di Propinsi bengkulu dan Sumatera Barat pada 13 hingga 17 September 2007. Bantuan yang disalurkan berupa paket makanan siap saji dan bahan bahan makanan pokok, serta sarung, selimut, dan tenda dengan total senilai sekitar 75 juta rupiah.

28 November 2007

Riaupulp Raih Asian CSR Award di Vietnam

Tanggal : 28 September 2007
Sumber : http://www.riauinfo.com/main/news.php?c=1&id=2579

HO CHI MINH (RiauInfo)
- Kesuksesan pembangunan sosial pada seluruh lini kehidupan masyarakat tidak akan terwujud tanpa sinergi antara pemerintah, para pelaku bisnis, dan civil society (masyarakat madani). Menciptakan pelayanan kesejahteraan sosial Indonesia tidak sekadar tanggung jawab lembaga eksekutif atau pemerintah semata, namun perlu partisipasi aktif sektor swasta.

Demikian dikatakan H.Amru Mahalli dalam sambutan singkatnya saat menerima penghargaan Asian CSR Award 2007 pada acara jamuan makan malam seluruh peserta Asian Forum on CSR di Hotel Sheraton Saigon, Ho Chi Minh City, Vietnam, Jumat tadi malam (28/9).

Di hadapan sekitar 550 delegasi dari 32 negara, Amru menegaskan benih-benih program CSR dari swasta yang sekarang ini marak dan telah berhasil memberdayakan masyarakat, harus diperkuat lagi dengan kerangka makro kebijakan umum oleh pemerintah.

“Fungsi pemerintah dalam jaringan pembangunan sosial adalah untuk mengingatkan, melindungi, dan memfasilitasi sektor swasta dalam pengejawantahan program-program pemberdayaan masyarakat, karena peran utama pembangunan sosial ada di masyarakat yang bersinergi dengan sektor swasta di bawah koordinasi pemerintah,” papar Amru.

Ditambahkannya, pembangunan sosial di seluruh kawasan dunia sudah selayaknya dilaksanakan dengan pola kebersamaan, kegotong-royongan, serta kesetia-kawanan. Masyarakat harus secara bersama-sama memenuhi kebutuhan sendiri.

Dalam pada itu, Public Relations Manager Riaupulp, Nandik Sufaryono, yang menyertai Direktur CSR Riaupulp dalam acara tersebut, kepada wartawan menyatakan, penghargaan CSR Award pada Asian Forum 2007 itu diraih Riaupulp untuk kategori Poverty Elevation, di mana dalam program pemberdayaan masyarakat, Riaupulp sangat intens melakukan pendampingan bagi mitra binanya, termasuk untuk program Integrated Farming System (IFS) atau program pertanian terpadu yang akhirnya memperoleh award dalam Asian Forum for CSR 2007.

“Dalam menjalankan bisnisnya, Riaupulp berupaya secara maksimal untuk menjaga keselarasan lingkungan serta pembangunan sosial kemasyarakatan. Setiap tahun, Riaupulp menganggarkan lebih dari US$ 4 Juta untuk pelaksanaan program CSR, yang meliputi program pertanian terpadu, UMKM yang telah melahirkan para wirausahawan lokal serta program lain di dunia pendidikan, seperti pemberian beasiswa bagi siswa SD, SMP, SMA, hingga Universitas dan honor bagi guru honorer yang sekolahnya swadaya dari masyarakat,” tuturnya.

Nandik menuturkan, penghargaan CSR Award 2007 di Vietnam ini akan semakin mendorong pihaknya untuk senantiasa konsisten melaksanakan program pemberdayaan masyarakat, khususnya dalam kawasan operasional perusahaan.

“Bagi Riaupulp keberlangsungan bisnis secara lestari harus dibarengi dengan praktik CSR sebagai upaya membantu pembangunan sosial. CSR adalah keniscayaaan, pemberdayaan kepada masyarakat adalah social capital bagi perusahaan. Dalam konteks Riaupulp, kami selalu ingin maju dan berkembang bersama masayarakat Riau,” tegasnya.

17 November 2007

Beasiswa untuk 70 Siswa Bali Angkatan Pertama; Program Beasiswa ASTRO Asih senilai Rp 13,5 Miliar

Tanggal : 17 November 2007
Sumber : http://www.astro.co.id/pages/pr14.ph


Denpasar. ASTRO dan Usaha Tegas Group (The Group) yang bekerjasama dengan Sampoerna Foundation menyelenggarakan peresmian pemberian beasiswa kepada 70 siswa SMA dan S1 angkatan pertama program beasiswa ASTRO Asih senilai Rp 13,5 miliar (US$ 1,5 juta) di Denpasar (17/11). Program beasiswa ASTRO asih ini sendiri nantinya akan disalurkan secara bertahap pada lima angkatan dengan total 725 siswa SMA dan 160 mahasiswa S1. Program ini merupakan langkah awal dari ASTRO dalam menjalankan program Corporate Social Responsibility (CSR) di Indonesia. ASTRO juga berjanji untuk memberikan beasiswa pada 5.000 siswa dalam tiga tahun mendatang dan 10.000 siswa dari seluruh Indonesia dalam 10 tahun mendatang. Sehingga para siswa SMA dan mahasiswa S1 maupun S2 dapat memperoleh akses guna menyalurkan potensi yang dimilikinya.


”Kami sangat bangga pada seluruh siswa penerima beasiswa ASTRO Asih angkatan pertama ini,” ungkap Zainir Aminullah, Executive Director ASTRO Entertainment, pada acara penyerahan beasiswa di SMAN 4 Denpasar. Beasiswa untuk angkatan pertama ini diberikan kepada 50 siswa SMA dari Kabupaten Buleleng, Bangli, Karangasem, dan Klungkung, serta 20 mahasiswa S1 yang berasal dari seluruh daerah di propinsi Bali. Walaupun data dari BPS mengenai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2004 – 2005 menyatakan bahwa Bali adalah daerah yang tingkat indeks pembangunannya cukup bagus, yaitu menduduki peringkat ke-15 di Indonesia, tingkat kemampuan masyarakatnya untuk menyelesaikan pendidikan tinggi tergolong masih rendah. Elan Merdy, Chief Operating Officer Sampoerna Foundation menambahkan bahwa menurut rencana, dalam beberapa tahun ke depan, ASTRO bersama SF akan memperluas jangkauan hingga dapat merengkuh seluruh sekolah yang ada di pulau Bali.


Pada acara ini juga dilaksanakan kegiatan outbond games oleh 70 penerima beasiswa bersama para pejabat ASTRO dan Sampoerna Foundation. Gede Angga Ardiana (15) siswa SMAN 1 Singaraja, Buleleng di sela-sela kegiatan outbond games mengatakan bahwa dirinya sadar akan tanggung jawab yang diembannya. ”Sebagai penerima beasiswa ASTRO Asih, saya sadar bahwa saya punya tanggung jawab yang besar untuk bisa mewujudkan cita-cita. Melihat keterlibatan Bapak dan Ibu dari ASTRO dan Sampoerna Foundation, kami percaya bahwa mereka akan berjuang bersama kami untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik,” ungkap Angga.


Dua puluh penerima beasiswa S1 ASTRO Asih adalah mahasiswa asal Bali yang saat ini tengah menjalani kuliah di jurusan pertanian, teknik, atau ekonomi di berbagai perguruan tinggi seperti Universitas Udayana, Institut Teknologi Bandung, Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, Institut Teknologi 10 November, dan Universitas Gadjah Mada. Para penerima beasiswa ini akan menerima seluruh biaya kuliah dan biaya hidup. Mereka juga akan mendapatkan kesempatan kerja magang di ASTRO atau perusahaan-perusahaan lain yang bermitra dengan ASTRO maupun Sampoerna Foundation, sebagai bekal pengalaman di dunia kerja. Mereka terpilih melalui seleksi yang dilakukan oleh Sampoerna Foundation, Astro, dan juga universitas terkait. ”Para penerima beasiswa ini tidak hanya harus pintar, tetapi juga harus memiliki kepedulian sosial yang tinggi sehingga nantinya mereka bisa menjadi agen perubahan yang dapat membawa Bali dan Indonesia ke tingkat kualitas yang lebih tinggi,” tambah Zainir.


Elan menambahkan bahwa SMAN 4 Denpasar, tempat acara ini berlangsung, merupakan salah satu sekolah binaan SF dalam program Sampoerna Foundation United Schools Program (SF USP) yang sejak dibina pada tahun 2005 terus meningkatkan performanya. ”Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas SMA Negeri di seluruh Indonesia melalui berbagai program peningkatan kualitas guru, kepala sekolah, dan murid,” tambah Elan yang ditemui saat berbincang dengan Putu Novia Gariri (19), salah satu penerima beasiswa yang saat ini tengah menjalani masa kuliah di jurusan peternakan Universitas Udayana, Bali. Untuk menunjukkan dukungannya terhadap peningkatan kualitas pendidikan Indonesia, ASTRO kemudian mendonasikan Rp 10 juta yang dapat digunakan untuk penyediaan alat musik sebagai fasilitas pendukung pendidikan SMAN 4 Denpasar.


Tentang Astro


ASTRO ALL ASIA NETWORKS plc adalah media terkemuka di Malaysia dan Brunei yang menggunakan sistem satelit Direct-To-Home (DTH). Televisi berlangganan dengan merk ASTRO ini juga terdapat di Indonesia. ASTRO juga merupakan stasiun radio terkemuka dii Malaysia, penerbit majalah panduan televisi dan majalah gaya hidup serta pembeli juga produser acara televisi terbesar di negara tersebut. ASTRO juga merupakan produser film utama di Malaysia. ASTRO Entertainment Network menghadirkan lebih dari 20 saluran televisi yang isinya memiliki beraneka ragam genre serta dihadirkan dalam berbagai bahasa. Celestial Pictures yang juga merupakan anak perusahaan dari ASTRO adalah sebuah badan usaha yang memiliki kumpulan film Mandarin terbesar. Semua film tersebut dibuat dengan proses digital serta diluncurkan melalui sarana teater, video, televisi, distribusi media baru dan saluran TV Celestial Movies. Kekuatan merk dagang ini pun semakin bertambah dengan merambah bidang pelayanan multimedia interaktif, termasuk pengadaan program-program tambahan pada telepon genggam.


Tentang Usaha Tegas Group


Usaha Tegas merupakan induk perusahaan investasi yang memiliki saham di perusahaan yang bergerak di bidang Telekomunikasi, Broadcast & Media, Energi (Listrik, Minyak & Gas), Pengembangan perumahan, Penyelenggara pameran dan aneka ragam acara hiburan. Grup ini mendukung berbagai macam pengembangan masyarakat di seluruh wilayah melalui yayasan seperti Inter Community Welfare Foundation dan The Malaysian Community and Education Foundation.


Tentang Astro Asih

Astro Asih merupakan sebuah wadah kerja sama ASTRO dengan masyarakat untuk meningkatkan pendidikan dan kesehatan masyarakat. Salah satu kegiatan yang dilakukan melalui program Astro Asih adalah Mobile Child Service, yaitu aksi langsung bagi anak-anak korban gempa bumi di Yogyakarta. Selain itu Astro Asih juga ikut andil dalam rehabilitasi bagi korban banjir di Jakarta. Kali ini Astro Asih bekerjasama dengan Sampoerna Foundation (SF) dalam bidang pendidikan dengan memberikan beasiswa mulai dari jenjang SMA hingga S1 di Bali.


Tentang Sampoerna Foundation (SF)


Sampoerna Foundation adalah sebuah organisasi nirlaba yang berdedikasi untuk memperbaiki kualitas dan akses pada pendidikan di Indonesia. Sejak tahun 2005, SF telah membentuk beberapa program perbaikan kualitas pendidikan. Salah satunya adalah SF United Schools Program (SF-USP), yang bertujuan memperbaiki kualitas Sekolah Menengah Atas di Indonesia. SF-USP telah mengadopsi 14 sekolah di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Aceh, dan Bali sampai dengan Juli 2006. Pada tahun 2006, SF telah meluncurkan Sampoerna Foundation Teacher Institute dan Sampoerna School of Business and Management-ITB.


Sampai saat ini, SF telah memberikan lebih dari 25.000 beasiswa dari tingkat SD hingga S2 kepada siswa yang memiliki kemampuan namun mengalami kesulitan keuangan. Hingga saat ini SF telah mengirimkan putra-putra terbaik bangsa ke sekolah-sekolah bisnis top di dunia seperti Harvard Business School (Harvard University), Hass School of Business (University of California, Berkeley), Wharton School (University of Pennsylvania), dan London Business School (LBS).
SF memiliki 111 alumni S1 dan S2 dan 4,704 alumni SMA. Melalui pemberdayaan secara personal maupun profesional, SF memberikan kesempatan kepada para penerima beasiswanya untuk memberikan kontribusi kepada pembangunan bangsa.


SF juga memfasilitasi sektor swasta yang mendukung perkembangan pendidikan nasional melalui program CSR (Corporate Social Responsibility) dengan cara mengelola dana CSR dan memberikan akses magang di perusahaan-perusahaan besar bagi penerima beasiswa SF. Di Aceh, Yogyakarta, Jawa Tengah dan Pangandaran, SF bekerjasama dengan mitra lokal dan internasional untuk menata kembali sistem pendidikan yang hancur. Untuk keterangan lebih lanjut, silahkan kunjungi situs kami: www.sampoernafoundation.org


12 November 2007

Direktur CSR Riaupulp Tampil di Semiloka UGM

Tanggal : 12 Septembers 2007
Sumber : http://www.riaupos.com/riaupulp/ugm.html


JOGYAJARTA Kesuksesan pembangunan sosial tidak akan terwujud tanpa sinergi antara pemerintah, bisnis (swasta), dan civil society (masyarakat madani). Kesimpulan ini ditegaskan oleh Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar, Dirjen Pemberdayaan Sosial Depsos Gunawan Sumodiningrat, dan Direktur Corporate Social Responsibility (CSR) PT Riau Andalan Pulp And Paper (Riaupulp) Amru Mahalli, pada acara Semiloka Pemetaan Praktik Pelayanan Sosial yang digelar Jurusan Sosiatri, Fisipol UGM, di Jogjakarta, Selasa (11/9).

‘’Menciptakan pelayanan kesejahteraan sosial Indonesa tidak sekadar tanggung jawab lembaga eksekutif atau pemerintah semata, namun perlu merangkul kalangan swasta,’’ papar Muhaimin dalam siaran pers yang diterima Riau Pos,.


Menurutnya, benih-benih program CSR dari swasta yang sekarang ini marak dan telah berhasil memberdayakan masyarakat, harus diperkuat lagi dengan kerangka makro kebijakan umum.


Sementara itu, Prof Gunawan Sumodiningrat memaparkan, fungsi pemerintah dalam pembangunan sosial adalah mengingatkan, melindungi, dan memfasilitasi. ‘’Sebenarnya, masyarakat yang paling berperan dalam pembangunan sosial. Pembangunan itu harus dengan kebersamaan, gotong royong, dan setiakawan. Masyarakat harus bersama memenuhi kebutuhan sendiri,’’ jelas Gunawan.


Untuk itu, rakyat harus ikut merencanakan, melaksanakan, dan menikmati pembangunan. Karena pembangunan sosial berfungsi menyetarakan kehidupan ekonomi masyarakat. ‘’Namun, kalau pemerintah dan masyarakat tidak mampu, maka harus digabung dengan kalangan bisnis,’’ katanya. Menurutnya, untuk itu kalangan bisnis harus punya jiwa sosial untuk memperbaiki negara ini.


Lontaran kalangan pemerintah ini, diamini kalangan bisnis yang diwakili oleh Direktur CSR Riaupulp, Amru Mahalli yang juga jadi pembicara dalam seminar ini. Menurutnya, tak hanya karena jiwa sosial kalangan peruusahaan, baginya kalau bisnis ingin berlangsung secara lestari maka harus melaksanan praktik CSR sebagai upaya membantu pembangunan sosial.


‘’CSR adalah keniscayaaan, pemberdayaan kepada masyarakat adalah social capital bagi perusahaan. Dalam konteks Riaupulp, kami selalu ingin maju dan berkembang bersama msayarakat Riau,’’ tegas Amru.


Dalam pada itu, Public Relations Manager Riaupulp Nandik Sufaryono, yang menyertai Direktur CSR Riaupulp dalam acara tersebut, kepada wartawan menyatakan, idealnya dalam menjalankan bisnisnya, kalangan swasta tak hanya mencari keuntungan semata, melainkan juga menjaga keselarasan lingkungan serta pembangunan sosial.


‘’Setakat ini, Riaupulp telah melakukan prinsip 3P, yakni membangun People (manusia), Planet (lingkungan), dan bisnis (profit). Selanjutnya yang patut dilakukan adalah membangun triple patrnersip antara pemerintah, bisnis, dan masyarakat guna melakukan sinergi yang bertanggung jawab agar tidak sekadar menjadi retorika semata,’’ katanya.


Nandik menambahkan, setiap tahun, Riaupulp menganggarkan lebih dari 4 juta dolar AS untuk pelaksanaan program CSR, yang meliputi program pertanian terpadu, UMKM yang telah melahirkan para wirausahawan lokal. Program lain di dunia pendidikan antaranya, pemberian beasiswa bagi siswa SD, SMP, SMA, hingga Universitas dan honor bagi guru honorer yang sekolahnya swadaya dari masyarakat.


Nandik juga menambahkan, hasil penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM UI), yang diadakan 2006 menujukkan, selama 1999-2005, Riaupulp berkontribusi sekitar Rp873,09 miliar terhadap penerimaan negara. Lalu, sekitar Rp195,04 miliar (97,94 persen) diterima oleh semua Pemda di Provinsi Riau (Provinsi dan Kabupaten/Kota).


‘’Sepekan lalu, Riaupulp juga baru memperoleh Social Empowerment Award dari Koordinator Kementrian Kesra setelah di tahun 2006, Depsos dan Kementerian Kesra RI menganugerahi bidang CSR dalam hal Investasi Sosial. Sebelumnya, tahun 2005, Riaupulp dianugerahi Runner Up Asian Corporate Social Responsibility (CSR) Award untuk kategori Environmental Excellent serta peringkat pertama CSR Indonesia Award untuk kategori sosial,’’ papar Nandik.

06 November 2007

CSR dan Politik Ekonomi Kita

Tanggal : 06 November 2007
Sumber : http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=44871


Pada awalnya, perusahaan (korporasi) diciptakan untuk melayani dan memenuhi kebutuhan manusia. Dari pelayanan tersebut kemudian korporasi mendapatkan reward dalam bentuk laba atau profit. Tetapi sekarang ini, sebagai sebuah produk hukum, korporasi dipersyaratkan untuk hanya mengejar keuntungan sebesar-besarnya bagi pemilik atau pemegang saham sebagai tujuan utamanya. Sekilas, tidak nampak adanya pertentangan mencolok pada kedua perspektif tersebut. Tetapi sebenarnya, kedua pandangan itu mengandung kontradiksi dan bertumpu di atas landasan nilai yang berbeda yang menjadi pijakannya. Perspektif pertama menekankan bahwa keuntungan korporasi merupakan konsekuensi dari tindakan pelayanan atau pemenuhan kebutuhan terhadap konsumen, pengguna jasa, dan atau kliennya. Sementara pandangan kedua menekankan bahwa keuntungan merupakan tujuan utama yang absolut. Pelayanan adalah instrumen belaka untuk mendapatkan keuntungan maksimal.


Perbedaan kedua asumsi dasar tersebut mendasari polemik tentang konsep dan implementasi CSR (Corporate Social Responsibility) selama ini. Apalagi Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT) yang disahkan oleh DPR pada bulan Juli lalu, memuat kewajiban CSR, terutama bagi korporasi yang bergerak di bidang sumber daya alam yang mengundang pro-kontra hingga saat ini. Sebagian pihak menyambut baik regulasi CSR karena akan mengikat korporasi untuk mengimplementasikan CSR secara nyata. Sementara pihak lain menentang regulasi CSR, terutama pelaku dunia usaha. Pasalnya, regulasi CSR dianggap mendistorsi prinsip-prinsip ekonomi dan spirit neoliberalisme yang telah dianut oleh berbagai bangsa, termasuk pemerintah negara kita.


Pro-CSR

Sumbangsih dan manfaat dari aktivitas korporasi tidak perlu lagi dipertanyakan karena memang demikian harapan awal mula penciptaannya. Tetapi pihak pro-CSR lebih menekankan pada fakta lapangan yang memperlihatkan adanya berbagai dampak negatif yang ditimbulkan oleh korporasi. Tidak jarang malapetaka sosial dan lingkungan yang terjadi selama ini akibat dari aktivitas korporasi yang menyimpang dan tak terkontrol dengan baik, seperti kasus lumpur Lapindo. Di mana-mana kita dapat menemukan tingginya tingkat polusi; udara, suara, air sungai dan laut yang sedemikian parah. Hutan semakin menyusut, banjir dan kekeringan melanda setiap tahunnya.


Di samping itu, kerakusan korporasi juga berdampak terhadap tingginya tingkat kemiskinan dan kejahatan. Nilai-nilai budaya lama tergantikan oleh nilai-nilai baru yang belum tentu cocok dengan masyarakat kita. Struktur sosial mengalami kerapuhan. Konsumerisme berlebihan dan fatalisme sosial menjadi biasa. Pola dan gaya hidup masyarakat telah didikte dan didesain oleh korporasi terutama dalam era globalisasi yang tak terelakkan ini.


Selain pengaruh negatif tersebut, pihak pro-CSR mengharapkan korporasi untuk dapat ikut serta dalam proses pembangunan berkelanjutan. Korporasi bukanlah entitas terpisah dari sebuah masyarakat dan lingkungan di mana dia berada, tetapi korporasi merupakan bagian integral yang hanya dapat eksis jika memiliki legitimasi sosial yang kuat. Untuk memiliki legitimasi yang kuat, sebuah korporasi mesti memiliki banyak manfaat dan peduli terhadap lingkungan sosialnya atau menjadi good corporate citizenship.


Politik Ekonomi

Selama ini, terjadinya penyimpangan atau akibat buruk dari sejumlah korporasi di berbagai belahan bumi ternyata menimbulkan reaksi keras dari berbagai pemikir sosial-ekonomi dan para aktifis. Kritik, tekanan dan demonstrasi kerap menghiasi dinamika global terutama sejak tahun 1970-an. Para ekonom, ahli manajemen, dan pelaku bisnis yang merasa kegerahan dengan serangan tersebut kemudian segera menata diri dan melakukan perlawanan, atau mengadopsi CSR sebagai rasionalisasi dari new strategic management mereka.


Salah seorang kampiun ekonom yang terus mengumandangkan penentangannya terhadap CSR hingga akhir hidupnya adalah Milton Friedman, seorang pemenang Nobel Ekonomi. Friedman menegaskan bahwa CSR mendistorsi prinsip-prinsip ekonomi dan merupakan penyimpangan dari hakikat penciptaan korporasi. Menurutnya, satu-satunya tujuan korporasi adalah untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya bagi pemilik atau pemegang saham, bukan untuk tujuan-tujuan sosial lainnya. Yang terpenting adalah bagaimana korporasi dapat berjalan dengan baik menurut aturan main yang ada. Karena itu, jangan pernah berharap adanya keikhlasan muncul dari sebuah korporasi untuk menerapkan CSR secara nyata dan sungguh-sungguh. Toh kalau CSR mesti diterima, itu hanya dalam keadaan dan batas-batas tertentu saja.


Memajang perempuan cantik di depan mobil yang hendak dijual, bukan berarti menjual perempuan tersebut. Tetapi tujuan utamanya adalah bagaimana menjual mobil tersebut. Demikian kiasan sang maestro ekonomi tersebut. Selain itu, berbagai hasil riset menemukan bahwa memang CSR didoktrinkan oleh kaum neoliberalis untuk melanggengkan sifat kerakusan korporasi dan sistem kapitalisme dunia. CSR diadopsi hanya sekadar trik managemen terkini atau siasat ekonomi baru. Karena itu, korporasi tidak pernah menerapkan prinsip-prinsip CSR sebenar-benarnya seperti yang dikampanyekan selama ini. Paling banter, CSR merupakan instrumen untuk meraih legitimasi sosial baru korporasi yang mengalami koreksi dan menempatkan CSR sebagai pilantropi korporasi yang merupakan kemasan dari politik ekonomi ketimbang implementasi komitmen moral dunia usaha seperti yang digembar-gemborkan.


Posisi Baru

Pro-kontra terhadap paradigma CSR jelas merefleksikan adanya kepentingan dan nilai-nilai yang berbeda yang dipegangi oleh pihak-pihak terkait. Tetapi berdasarkan uraian di atas, peregulasian CSR bukan tanpa alasan. Posisi CSR mesti segera dipertegas karena sudah sekian lama CSR bertumpu di atas landasan yang rapuh. Sementara dampak buruk dari aktivitas korporasi terus berlangsung. Komitmen dan janji-janji moral korporasi yang ditunggu-tunggu untuk menerapkan prinsip-prinsip CSR secara bersungguh-sungguh tidak dapat dipegang sepenuhnya. Karena itu, pihak pro-CSR beranggapan bahwa sudah cukup alasan untuk meregulasikan CSR secara permanen.


Tidak dapat dipungkiri bahwa kewajiban CSR akan menjadi beban baru bagi korporasi, tetapi membiarkan CSR terombang-ambing di antara politik ekonomi dan klaim moralitas korporasi seperti selama ini, cukup membingungkan. Di samping itu, menunggu keikhlasan dan niat baik dari korporasi untuk melaksanakan CSR secara suka rela tanpa motif politik ekonomi, terasa sulit untuk dibayangkan. Korporasi mesti lebih ditekan dan diikat untuk melaksanakan CSR, demikian para penganut pro-CSR berargumen. Dan salah satu langkah dan pilihan paling rasional bagi mereka adalah meregulasikan CSR seperti yang telah dilakukan oleh DPR kita. Meskipun reaksi pro-kontra terus menyertai, keputusan telah diambil.


Suka atau tidak suka, regulasi CSR telah permanen. Pro-kontra pun biarlah tetap berlangsung untuk memperkaya wacana, tetapi tidak perlu destruktif atau set-back. Sekarang yang terpenting adalah bagaimana menafsirkan dan mengempirikkan kewajiban CSR tersebut dalam formulasi program secara tepat dan bijaksana. Bukti dan implementasi program akan terasa jauh lebih bermanfaat, ketimbang janji dan klaim moralitas belaka.

31 Oktober 2007

CSR Pesisir dan Kepulauan

CSR tiba-tiba menjadi suatu kewajiban yang dicantumkan dalam perundangan Indonesia. Terlepas dari pro-kontra apakah CSR perlu 'dipaksakan' atau dibiarkan mengalir sebagai suatu proses komunikasi dan transfer 'nilai' antara perusahaan dan masyarakat; adalah perlu mengenali bentuk-bentuk CSR atau community development initaitives yang inovatif dan efektif. Dari pembelajaran ini, diharapkan dapat direplikasi, dimodifikasi, maupun di scaling up dalam berbagai level.
Hal terpenting lainnya, karena pesisir dan kepulauan selalu 'dicuekin' dalam pembangunan, potret berbagai CSR ini, mungkin akan menginspirasi berbagai pihak, utamanya private sector yang berinteraksi langsung di wilayah pesisir dan kepulauan, untuk mulai berpikir dan bertindak untuk masyarakat pesisir. Bukan berpikir daratan melulu. Sekali-sekali, kita memang perlu lupa daratan! Salam.

30 Oktober 2007

Telkom Dukung Penuh Lomba Keterampilan Penyandang Cacat

Tanggal : 30 Oktober 2007
Sumber: http://www.telkom-indonesia.com/telkom-peduli/kegiatan-sosial/telkom-dukung-penuh-lomba-keterampilan-penyandang-cacat.html

Bandung,
- PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) mendukung penuh penyelenggaraan olimpiade keterampilan vokasional untuk penyandang cacat atau Abilimpik Nasional 2007. Kegiatan yang diresmikan penyelenggaraannya oleh Menteri Sosial RI Bachtiar Chamsah serta dihadiri oleh Mennaker RI Erman Suparno, Prof Dr Hayono Suyono, dan Direktur Human Capital dan General Affairs Telkom Faisal Syam tersebut berlangsung di Jakarta mulai 30 Oktober 2007. Telkom berharap dukungan tersebut dapat semakin meningkatkan pengertian masyarakat umum tentang kemampuan para penyandang cacat dalam keterampilan vokasional dan kemampuan berpartisipasi dalam kegiatan sosial ekonomi.

Vice President Public & Marketing Communication Telkom Eddy Kurnia menjelaskan bahwa dukungan terhadap penyelenggaraan kegiatan Abilimpik Nasional merupakan bagian dari tanggungjawab sosial perusahaan yang biasa dilakukan oleh Telkom.

Ketertarikan Telkom untuk mendukung penuh kegiatan Abilimpik Nasional 2007 didasari oleh keyakinan bahwa para penyandang cacat sebenarnya memiliki kemampuan untuk melakukan berbagai hal yang selama ini mungkin tak terbayangkan oleh masyarakat pada umumnya.

Dalam pandangan Eddy Kurnia, sudah saatnya masyarakat dan negara memandang para penyandang cacat sebagai aset nasional. ?Penyelenggaraan Abilimpik Nasional 2007 insya-Allah akan menunjukkan kepada kita bahwa kemampuan penyandang cacat, khususnya dalam keterampilan vokasional tidak bisa dipandang sebelah mata, bahkan banyak fakta menunjukkan bahwa ketidakberuntungan di satu sisi bisa menjadi keunggulan di sisi lain,? jelas Eddy Kurnia.

Abilimpik Nasional 2007 sejalan dengan dimulainya Dekade ke-3 yang dikenal sebagai Biwako Millenium Framework serta Millenium Development Goals. Dalam konteks persaingan, juga merupakan bagian dari antisipasi AFTA (Asean Free Trade Area). ?Semuanya itu menghendaki peningkatan mutu sumber daya manusia,? ujar Eddy.

Penyelenggaraan Abilimpik Nasional sangat berkaitan dengan visi CSR Telkom untuk membangun Indonesia cerdas. Menurut Eddy, kualitas sumber daya manusia adalah kata kunci. Itu sebabnya Tellkom selama ini banyak terlibat dalam mendukung berbagai upaya positif dan kongkret ke arah peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. ?Sumber daya manusia penyandang cacat, tentu tak terkecuali,? ujarnya.

Abilimpik Nasional 2007 merupakan olimpiade keterampilan vokasional untuk penyandang cacat yang diselenggarakan dalam rangka mempersiapkan suatu kontingen tenaga kerja vokasional yang terampil untuk mewakili Indonesia mengikuti Abilimpik International VII di Shizuoko, Jepang.

Melalui Abilimpik Nasional 2007, diharapkan minat tenaga kerja penyandang cacat untuk menekuni bidang keterampilan vokasional terus meningkat, demikian pula tingkat kemadirian peserta semakin tinggi. Abilimpik Nasional 2007 merupakan wahana yang tepat untuk menyadarkan, mendorong dan memotivasi para pemuda untuk menekuni bidang-bidang vokasional dan pada saat yang sama juga menyediakan suatu lingkungan yang kondusif, sehingga keterampilan vokasional akan menjadi pilihan yang tak kalah peminatnya dengan jenis pekerjaan profesional lainnya.

Menurut Eddy, negara berkembang seperti Indonesia merupakan negara industri padat karya yang membutuhkan banyak tenaga terampil dibandingkan tenga kerja tamatan perguruan tinggi.

Abilimpik Nasional 2007 diikuti oleh para penyandang cacat dari 33 propinsi. Indonesia telah melaksakan tiga kali Abilimpik, di mana para juaranya telah mengikuti kegiatan Abilimpik International di Hongkong, Perth (Australia Barat) dan New Delhi (India).

Seleksi Nasional melalui Abilimpik Nasional ini diharapkan dapat membentuk tim tangguh untuk mewakili Indonesia dalam Abilimpik International VII di Shizuoko, Jepang.

Abilimpik Nasional 2007 memperlombakan sekitar 19 jenis keterampilan, yang terbagi atas jenis keterampilan kerja (vokasional) dan jenis keterampilan keluarga. Jenis keterampilan yang diperlombakan antara lain: Pembuatan halaman Web, pemrosesan data tingkat dasar dan tingkat mahir, perakitan PC, pembuatan kaki palsu, fotografi, perakitan mekanik, mengukir kayu, membuat keranjang rotan, perakitan elektronik dan pengujian, teknik penyambungan sirkit elektronik, dan lain-lain.

Kami berharap, penyelenggaraan Abilimpik Nasional 2007 benar-benar sukses dan mampu menggali secara optimal potensi keterampilan yang dimiliki para penyandang cacat di Indonesia,? ujar Eddy.

24 Oktober 2007

Kegiatan CSR LG Electronics Indonesia; Berbagi Rahmat di Bulan Ramadhan

Tanggal : 24 Oktober 2007
Sumber: http://id.lge.com/ir/html/ABboards.do?action=read&group_code=AB&list_code=PRE_MENU&seq=5357&page=1&target=pressreleases_read.jsp


Jakarta ( 26/09 ) PT. LG Electronics Indonesia ( LGEIN ) yang memiliki pabrik di Kawasan MM2100 – Cibitung – Bekasi memberikan perhatian besar kepada community development di sekitar lokasi pabrik sebagai salah satu kegiatan CSR ( corporate social responsibility ).


Dengan produk yang diproduksi dari Factory 1, sebutan untuk pabrik di Cibitung tersebut, yaitu TV, Monitor Komputer, dan Audio Video tidak hanya membuat perusahaan dari negeri Ginseng ini fokus pada kegiatan produksi dan penjualan saja ,”namun juga komitmen perusahaan untuk kegiatan sosial sangatlah besar,” ujar Lee, Kee – Ju, President Director LGEIN ( 26/09 ).


“Untuk bulan Ramadhan kali ini, kami memfokuskan pada Panti Asuhan Yatim Piatu Muslim yang berlokasi di sekitar pabrik kami,” papar Lee, Kee – Ju, “agar tercipta harmonisasi kehidupan bersama antara kami dan masyarakat sekitar.”


Kegiatan ini berlokasi di Panti Asuhan Yatim Piatu & Dhuafa “Nurul Azhar” di Jalan Sabir Syamsoe RT. 002 RW. 06 – Desa Lubang Buaya – Kecamatan Setu – Bekasi, Telp. 021 – 9217965 yang dihuni sekitar 106 orang anak Yatim Piatu dan sekitar 154 orang lanjut usia.


Pemilihan lokasi ini diawali dengan survey oleh Corporate Culture & Communciations Team untuk dilaporkan dan disetujui oleh management LGEIN serta kegiatan Bakti Sosial ini melibatkan karyawan LGEIN yang dikoordinir oleh SPSI ( Serikat Pekerja Seluruh Indonesia ) LGEIN.


“Kegiatan sosial ini tidak hanya datang dari perusahaan saja namun juga menyertakan seluruh karyawan LGEIN yang dikoordinir SPSI sehingga tujuan menciptakan harmonisasi itu bisa terwujud yang menunjukan sinergi positif antara masing – masing stakeholder yang ada di dalam dan sekitar LGEIN,” lanjut Lee, Kee – Ju.


Panti Asuhan Yatim Piatu & Dhuafa “Nurul Azhar” memiliki sekitar 16 ruang kelas dan sekitar 11 ruang asrama serta sekitar 6 ruang multi-guna yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan serta berada di lahan yang berukuran sekitar 8,000 meter persegi.


Karyawan LGEIN dalam Bakti Sosial kali ini melakukan renovasi bangunan serta menyisihkan beberapa barang yang masih layak pakai seperti pakaian, buku belajar, dan ditambah dengan sumbangan dari perusahaan berupa sembako, pakaian serta produk elektronika LG yaitu Freezer, Lemari Es, TV, dan Kipas Angin.


“Kebutuhan yang diserahkan itu sesuai dengan yang dibutuhkan oleh Panti Asuhan sesuai hasil survey yang telah dilakukan sebelum kegiatan Bakti Sosial ini dimulai,” kata Lee, Kee – Ju,”disertai harapan bahwa apa yang diserahkan tidak dilihat dari nilai nominalnya tetapi dari niat baik dan keikhlasan perusahaan serta seluruh karyawan.”


Kegiatan yang diberi nama “LG Love & Care” ini menjadi komitmen perusahaan untuk memberi dukungan sosial terhadap masyarakat sekitar maupun saat terjadinya bencana alam, sebagaimana dilakukan pada saat Tsunami di Aceh & Sumatera Utara, kemudian Gempa Bumi di Yogyakarta maupun di beberapa lokasi lainnya.


Tidak hanya itu saja, untuk melengkapi kegiatan CSR yang lain, LGEIN secara berkala melaksanakan kegiatan “LG Love School” yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2005 hingga saat ini dan telah dilakukan di 8 sekolah, baik SMP maupun SMA, yang juga berada di sekitar pabrik LGEIN, masing – masing di Bekasi dan Tangerang.


Peresmian dan Serah Terima Kegiatan Bakti Sosial ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 26 September 2007 pukul 10:00 bertempat di Panti Asuhan Yatim Piatu & Dhuafa “Nurul Azhar” yang dihadiri secara langsung oleh Lee, Kee – Ju selaku President Director LGEIN.

11 Oktober 2007

Corporate Social Responsibility dalam Perspektif Islam

Tanggal : 11 Oktober 2007
Sumber : http://www.mediakonsumen.com/Artikel986.html

Kini, ide untuk memasukan etika ke dalam dunia ekonomi (bisnis) mencuat kembali. CSR tidak lagi ditempatkan dalam ranah sosial dan ekonomi sebagai imbauan, tetapi masuk ranah hukum yang ‘memaksa’ perusahaan ikut aktif memperbaiki kondisi dan taraf hidup masyarakat (Kompas, 4/8).

Disahkannya Rancangan Undang-Undang Perseroan Terbatas (RUU PT) telah menuai pro-kontra, terutama terhadap Pasal 74 tentang Aturan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, yang rumusannya, “perseroan di bidang/berkaitan dengan SDA wajib melaksanakan CSR… Perseroan yang tidak melaksanakan wajib CSR dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Yang dimaksud SDA adalah sumber daya alam, sedangkan CSR adalah corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial korporat/perusahaan.
Tanggung jawab sangat terkait dengan hak dan kewajiban, yang pada akhirnya dapat menimbulkan kesadaran tanggung-jawab. Ada dua bentuk kesadaran: Pertama, kesadaran yang muncul dari hati nurani seseorang yang sering disebut dengan etika dan moral. Kedua, kesadaran hukum yang bersifat paksaan berupa tuntutan-tuntutan yang diiringi sanksi-sanksi hukum.

Etika Bisnis Islami

Etika memiliki dua pengertian: Pertama, etika sebagaimana moralitas, berisikan nilai dan norma-norma konkret yang menjadi pedoman dan pegangan hidup manusia dalam seluruh kehidupan. Kedua, etika sebagai refleksi kritis dan rasional. Etika membantu manusia bertindak secara bebas tetapi dapat dipertanggung-jawabkan. Sedangkan bisnis mengutip Straub, Alimin (2004: 56), sebagai suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang dan jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit.
Penggabungan etika dan bisnis dapat berarti memaksakan norma-norma agama bagi dunia bisnis, memasang kode etik profesi bisnis, merevisi sistem dan hukum ekonomi, meningkatkan keterampilan memenuhi tuntutan-tuntutan etika pihak-pihak luar untuk mencari aman dan sebaginya. Bisnis yang beretika adalah bisnis yang memiliki komitmen ketulusan dalam menjaga kontrak sosial yang sudah berjalan. Kontrak sosial merupakan janji yang harus ditepati.

Bisnis Islami ialah serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah kepemilikan (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya karena aturan halal dan haram (lihat. QS. 2:188, 4:29).
Etika bisnis Islam sebenarnya telah diajarkan Nabi Saw. saat menjalankan perdagangan. Karakteristik Nabi Saw., sebagai pedagang adalah, selain dedikasi dan keuletannya juga memiliki sifat shidiq, fathanah, amanah dan tabligh. Ciri-ciri itu masih ditambah Istiqamah.

Shidiq berarti mempunyai kejujuran dan selalu melandasi ucapan, keyakinan dan amal perbuatan atas dasar nilai-nilai yang diajarkan Islam. Istiqamah atau konsisten dalam iman dan nilai-nilai kebaikan, meski menghadapi godaan dan tantangan. Istiqamah dalam kebaikan ditampilkan dalam keteguhan, kesabaran serta keuletan sehingga menghasilkan sesuatu yang optimal. Fathanah berarti mengerti, memahami, dan menghayati secara mendalam segala yang menjadi tugas dan kewajibannya. Sifat ini akan menimbulkan kreatifitas dan kemampuan melakukakn berbagai macam inovasi yang bermanfaat. Amanah, tanggung jawab dalam melaksanakan setiap tugas dan kewajiban. Amanah ditampilkan dalam keterbukaan, kejujuran, pelayanan yang optimal, dan ihsan (kebajikan) dalam segala hal. Tablig, mengajak sekaligus memberikan contoh kepada pihak lain untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari (berbagai sumber).

Berdasarkan sifat-sifat tersebut, dalam konteks corporate social responsibility (CSR), para pelaku usaha atau pihak perusahaan dituntut besikap tidak kontradiksi secara disengaja antara ucapan dan perbuatan dalam bisnisnya. Mereka dituntut tepat janji, tepat waktu, mengakui kelemahan dan kekurangan (tidak ditutup-tutupi), selalu memperbaiki kualitas barang atau jasa secara berkesinambungan serta tidak boleh menipu dan berbohong.

Pelaku usaha/pihak perusahaan harus memiliki amanah dengan menampilkan sikap keterbukaan, kejujuran, pelayanan yang optimal, dan ihsan (berbuat yang terbaik) dalam segala hal, apalagi berhubungan dengan pelayanan masyarakat. Dengan sifat amanah, pelaku usaha memiliki tanggung jawab untuk mengamalkan kewajiban-kewajibannya. Sifat tablig dapat disampaikan pelaku usaha dengan bijak (hikmah), sabar, argumentatif, dan persuasif akan menumbuhkan hubungan kemanusiaan yang solid dan kuat.

Para pelaku usaha dituntut mempunyai kesadaran mengenai etika dan moral, karena keduanya merupakan kebutuhan yang harus dimiliki. Pelaku usaha atau perusahaan yang ceroboh dan tidak menjaga etika, tidak akan berbisnis secara baik sehingga dapat mengancam hubungan sosial dan merugikan konsumen, bahkan dirinya sendiri.

Hukum Islam

Al-Qur’an adalah suatu ajaran yang berkepentingan terutama untuk menghasilkan sikap moral yang benar bagi tindakan manusia. “Moral” menurut intelektual asal Pakistan Fazlur Rahman (2000: 354), merupakan esensi etika al-Qur’an yang akhirnya menjadi esensi hukum dalam bentuk perintah dan larangan. Nilai-nilai moral adalah poros penting dari keseluruhan sistem yang menghasilkan hukum.
Dalam aktivitas kehidupannya, umat Islam dianjurkan mengutamakan kebutuhan terpenting (mashlahah) agar sesuai dengan tujuan syariat (maqashid al-syari’ah). Mengikuti al-Syatibi, M. Fahim Khan, (1992: 195), mengatakan mashlahah adalah pemilikan atau kekuatan barang/jasa yang mengandung elemen dasar dan tujuan kehidupan umat manusia di dunia ini (dan peroleh pahala untuk kehidupan akhirat). Maslahah ini tidak bisa dipisahkan dengan maqashid al-syari’ah. Al-‘Izz al-Din bin Abd al-Salam diikuti Sobhi Mahmassani (1977: 159), mengutarakan maqashid al-syari’ah ialah perintah-perintah yang pada hakikatnya kembali untuk kemaslahatan hamba Allah dunia dan akhirat.

Abu Ishaq al-Syatibi (w. 790 H) dalam al-Muwafaqat, tujuan pokok syari’at Islam terdiri atas lima komponen: pemeliharaan agama (hifdh al-din), jiwa (hifdh al-nafs), akal (hifdh al-aql), keturunan (hifdh nasl) dan harta (hifdh al-maal). Lima komponen pokok syari’ah itu disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan kepentingan manusia (mashlahah), yaitu kebutuhan primer (dharuriyyah), skunder (hajiyyah) dan tertier (tahsiniyyah).

Dalam konteks ini, kebutuhan primer (dharuriyyah) adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan kemaslahatan agama dan dunia. Jika kebutuhan itu hilang, maka kemaslahatan manusia sulit terwujud. Bahkan, dapat menimbulkan keruksakan, kekacauan dan kehancuran. Skunder (hajiyyah) adalah segala hal yang dibutuhkan untuk memberikan kelonggaran dan mengurangi kesulitan yang biasanya menjadi kendala dalam mencapai tujuan. Sedangkan tertier (tahsiniyyah) ialah melakukan tindakan yang layak menurut adat dan menjauhi perbuatan-perbuatan ‘aib yang ditentang akal sehat.

Tujuan syari’ah itu dapat menentukan tujuan perilaku konsumen dalam Islam dan tercapainya kesejahteraan umat manusia (maslahah al-‘ibad). Semua barang dan jasa yang dapat memiliki kekuatan untuk memenuhi lima komponen pokok (dharury) telah dapat dikatakan memiliki maslahat bagi umat manusia.
Lebih lanjut, Khan (1992: 195), mengutarakan semua kebutuhan tidak sama penting. Kebutuhan itu meliputi: tingkat di mana lima elemen pokok di atas dilindungi secara baik; tingkat di mana perlindungan lima elemen pokok di atas, dilengkapi untuk memperkuat perlindungannya dan tingkat di mana lima element pokok di atas secara sederhana diperoleh secara jelas.

Berkaitan dengan corporate sosial responsibility (CSR), kelima komponen itu perlu mendapat fokus perhatian.

Dalam skala primer, perusahaan atau badan-badan komersial perlu menghargai agama yang dianut masyarakat. Jangan sampai kepentingan masyarakat terhadap agamanya diabaikan, seperti perusahaan yang mengabaikan atau mengganggu peribadatan warga setempat. Bahkan, semestinya pihak perusahaan atau badan-badan komersial harus mampu mengembangkan jiwa usahanya dengan spiritualitas Islam.

Dalam pemeliharaan jiwa seperti makan dan minum ditujukan agar hidup dapat lebih bertahan dan mencegah ekses kepunahan jiwa manusia. Ironisnya, kini, banyak perusahaan air mineral telah menyebabkan kekeringan air di daerah atau kondisi udara di Jakarta telah mengandung zat pencemar udara yang sebagian besar sulfur dioksida, karbon monoksida, nitrogen dioksida dan partikel debu. Sekitar 70 persen polusi udara di Jakarta akibat asap transportasi. Menurut staff pengajar Fakultas Teknologi Kelautan Universitas Darma Persada Jakarta Agung Sudrajad (Inovasi, Vol. 5, 2005), di Jakarta pertambahan kendaraan tercatat 8.74 persen per tahun sementara prasarana jalan meningkat 6.28 persen per tahun. Ini tentu menambah semakin terpuruknya kondisi lingkungan udara kita.

Begitu juga, pihak korporasi harus mampu menjaga keutuhan dan kehormatan (rumah tangga) warga masyarakat terkait atau internal perusahaan. Perusahaan dilarang memberikan ekses negatif dalam kegiatannya yang akan mengganggu rusaknya akal pikiran manusia. Islam melarang umatnya mengkonsumsi atau memproduksi makanan dan minuman yang dapat merusak akal karena akan mengancam eksistensi akalnya.
Dalam pemeliharaan harta, transaksi jual beli harus dilakukan secara halal. Jika tidak, maka eksistensi harta akan terancam, baik pengelolaan atau pemanfaatannya. Karena itu, pihak perusahaan dilarang melakukan kegiatan yang secara jelas melangar aturan syara’.

Dalam konteks tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR), maqashid as-yari’ah ditujukan agar pelaku usaha atau pihak perusahaan mampu menentukan skala prioritas kebutuhannya yang terpenting. Kebutuhan-kebutuhan itu tidak hanya diorientasikan untuk jangka pendek, tetapi juga jangka panjang dalam mencapai ridha Allah. Kegiatan ekonomi tidak saja melibatkan aspek materi, tapi juga kualitas keimanan seorang hamba kepada Allah Swt.

Oleh karena itu, konsep pembanguan yang melibatkan maqashid as-yari’ah dimaksudkan agar terbentuk pribadi-pribadi muslim yang memiliki keimanan dan ketakwaan. Tentu saja sikap ini tidak saja didapatkan dari lubuk hati yang dalam. Tetapi, dilandasi juga dari kesadaran manusia untuk melaksanakan kewajiban sebagai seorang hamba-Nya. Kewajiban mengaplikasikan tanggung jawab seorang hamba untuk melakukan kejujuran, kebenaran, kebajikan dan kasih sayang terhadap seluruh data kehidupan aktual. Islam mengajarkan tanggung jawab agar mampu mengendalikan diri dari tindakan melampaui batas kewajaran dan kemanusiaan. Tanggung jawab ini mencakup tanggung jawab kepada Allah, kepada sesama dan lingkungannya.

26 September 2007

Review terhadap ”Niat” Perusahaan untuk Environmental Sustainability


Tanggal :
26 September 2007
Sumber: http://radarlampung.co.id/web/index.php?option=com_content&task=view&id=13180&Itemid=31

SUATU pencerahan bagi rakyat Indonesia dengan dikeluarkanya Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007 yang mengatur kewajiban perusahaan untuk menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR). Konsep ini mengharuskan perusahaan untuk bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya. Ada banyak hal yang harus diperhatikan perusahaan dalam pelaksanaan CSR ini. Yang pertama adalah kesejahteraan karyawan. Tidak hanya pembayaran gaji yang tidak boleh ditunda-tunda, namun juga penghargaa lain, seperti honor lembur, bonus untuk kinerja karyawan yang mendorong keuntungan perusahaan, cuti hamil dan melahirkan, dana pensiun, pesangon, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan.

Kedua adalah jaminan atas konsumen. Banyaknya temuan BBPOM yang saat ini sangat meresahkan masyarakat harusnya menumbuhkan kesadaran kita bersama bahwa masih banyak pengusaha yang memproduksi barang-barang yang kita konsumsi tidak memperdulikan kesehatan dan keselamatan konsumennya. Ketiga adalah tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat di sekitar perusahaan tersebut. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menerapkan tanggung jawab sosial ini. Dan banyak juga perusahaan yang telah melakukannya. Yang terakhir adalah tanggung jawab lingkungan. Tanggung jawab yang keempat ini masih sangat jarang dilakukan oleh perusahaan, khususnya di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lindrianasari (2006) berhasil mengidentifikasi sebanyak lebih dari 250 perusahaan yang listing di Bursa Efek Jakarta. Melalui evaluasi dengan melihat isi pengungkapan laporan keuangan tahun 2004 dan 2005 yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan dalam melestarikan lingkungan, berhasil ditemukan bahwa rata-rata perusahaan yang peduli terhadap konservasi lingkungan hanya sebesar 1,89 (dari skor 1 sampai 3). Sehingga dapat disimpulkan bahwa perusahaan di Indonesia kurang dari 50% perusahaan yang listing tersebut secara sukarela mengalokasikan dana perusahaan untuk konservasi lingkungan. Dan itu baru sebatas mengalokasikan dana untuk konservasi lingkungan, namun seberapa berartikah dana tersebut bagi lingkungannya? Tidak dapat disimpulkan karena dari keseluruhan perusahaan yang diteliti hanya sekitar 10 persen yang mencantumkan jumlah moneter untuk konservasi lingkungan ke dalam laporan keuangan atau catatan tambahan atas laporan keuangan perusahaan. Keempat butir yang dijelaskan di atas adalah bagian yang terintegral di dalan CSR.

Seperti yang terjadi di banyak negara berkembang, Indonesia telah memiliki suatu kerangka kerja untuk konservasi lingkungan. Peraturan tentang manajemen lingkungan tahun 1982 yang kemudian direvisi tahun 1997 telah menyediakan suatu legalitas untuk mengawasai dan memaksa dipatuhinya regulasi yang dikelurkan oleh pemerintah tersebut. Sejak tahun 1986, pihak pemerintah melalui Bapedalda yang resmi berdiri tahun 1990, telah melakukan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Selain itu juga, agen-agen yang bertujuan untuk mengendalikan dampak lingkungan berdiri semarak di Indonesia di bawah lembaga non-pemerintah (NGO). Tidak kurang dari 40 NGO baik yang lokal, maupun yang internasional terdaftar di KLH. Dan mereka semua adalah pihak-pihak yang memiliki atensi terhadap lingkungan.

Lebih jauh lagi, suatu nota kesepahaman (MoU) antara KLH dengan BI telah ditandatangani tahun 2005 yang lalu sebagai tindak lanjut dari Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penetapan Peringkat Kualitas Aktiva bagi Bank Umum. Aspek lingkungan menjadi salah satu variabel penentu dalam pemberian kredit dan kinerja lingkungan yang dikeluarkan oleh KLH melalui proper adalah tolok umur mereka (Tempo, 8 April 2005). Sehingga ke depannya, setiap perusahaan yang ingin mendapatkan kredit perbankan harus memperlihatkan kepedulian perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan. Regulasi terakhir yang memperlihatkan upaya pemerintah untuk mengendalikan lingkungan hidup adalah dengan mengeluarkan dan mengesahkan Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007, pasal 74 yang menyebutkan bahwa perseroan wajib melaksanakan CSR. Konsekuensi dari pelanggarnya adalah sanksi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Nota kesepahaman dan UU PT tahun 2007 ini adalah harapan baru bagi pencerahan kondisi lingkungan hidup di Indonesia. Namun monitoring dan post auditing mutlak harus dilakukan untuk menjamin tidak adanya penyimpangan di dalam penerapannya (Lindrianasari, 2001). Selain itu juga, supremasi hukum harus ditegakkan. Karena tanpa adanya kepastian dan penegakan hukum, maka aturan-aturan tersebut tidak akan pernah memihak dan menjadi milik rakyat (Decker et al.; 2005).

Niat Perusahaan untuk Melestarikan Lingkungan
Jika dihitung dengan menggunakan nilai mata uang, berapa nilai yang harus dilekatkan kepada pengorbanan masyarakat akibat kerusakan lingkungan? Sepertinya tidak ada satu nilai pun yang dapat membayar nyawa yang melayang karena keracunan limbah.

Sejauh mana tanggung jawab dari pihak perusahaan untuk mengatasi masalah ini? Dari sekian banyak penelitian, baik di negara maju maupun di negara berkembang, ternyata niat perusahaan untuk mengalokasikan dana perusahaan untuk biaya sosial (di dalamnya termasuk untuk lingkungan) masih sangat kurang.

Hasil wawancara langsung terhadap manajer yang menjadi responden penelitian di negara maju membuktikan bahwa pihak manajemen enggan melaporkan kerusakan lingkungan yang terjadi di perusahaan mereka dalam laporan keuangan. Mereka tidak menginginkan kejadian buruk tersebut ”tercatat”, sehingga akan selalu diingat oleh para pemakai laporan. Selain itu, penelitian di Tiongkok (Zhow; 1996) menunjukkan bahwa hal-hal yang wajib dilaporkan perusahaan yang menyangkut masalah lingkungan di dalam laporan keuangan tahunan perusahaan masih belum sesuai dengan ketentuan.

Penelitian di bidang akuntansi lingkungan memang masih terbatas jumlahnya. Lindrianasari (2003) dengan mengambil sampel Provinsi Lampung juga memperlihatkan banyaknya penolakan perusahaan yang membuang limbah ke perairan sungai untuk menjadi sampel penelitian. Dari 52 perusahaan yang terdaftar sebagai populasi penelitian, hanya tujuh perusahaan (kurang dari 2%) yang mengizinkan untuk dilakukan audit terhadap kualitas lingkungannya. Dan sudah dapat diyakini sebelumnya bahwa perusahaan tersebut adalah perusahaan yang tidak bermasalah dengan lingkungan. Semua hal di atas jelas membuktikan bahwa niat sebagian besar perusahaan dalam melestarikan lingkungan masih sangat kurang.

Mengapa CSR Harus Diterapkan Perusahaan?
Perusahaan adalah sebuah organisasi yang dalam operasional sehari-harinya mengeksploitasi sumber daya manusia dan sumber daya alam untuk mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya demi kemakmuran internal stakeholders non-manajemen dan (bahkan yang terutama) bagi manajemennya, kemudian menjadi aktor utama penyebab kerusakan lingkungan.

Mungkin masih ada beberapa perusahaan yang memandang bahwa biaya lingkungan tidak memiliki keberartian bagi perusahaan. Pandangan yang seperti ini pada akhirnya muncul di dalam bentuk tidak adanya dana lingkungan dalam anggaran perusahaan. Dalam tataran yang sangat rendah dan dalam horizon waktu yang relatif pendek, mungkin pandangan ini masih memiliki justifikasi pembenaran. Namun, kalau kita coba untuk menaikkan sedikit ke lingkungan yang lebih luas dan dalam horizon waktu yang relatif lama, maka biaya lingkungan akan terlihat sebagai sesuatu permasalahan yang harus dicari jalan keluarnya.

Banyak kasus yang mengundang simpati dan membuahkan kepiluan akibat kelalaian perusahaan dalam melakukan konservasi lingkungan. Kasus PT Indo Rayon Utama di Porsea, Sumatera Utama, yang membuang limbah di areal permukiman dan mencemari lingkungan hidup, kini ditutup akibat reaksi keras masyarakat sekitar. Kasus pencemaran air di Jawa Timur yang membuat bayi lahir cacat dan air susu ibu yang tercemari akibat buangan limbah air dan gas di daerah perairan yang mengandung merkuri. Selain itu, sebagian besar pelajar sekolah dasar menjadi lamban menerima pelajaran sekolah. Semua diduga disebabkan oleh pencemaran lingkungan.

Kasus lahirnya bayi-bayi tanpa dinding perut di daerah pertambangan, juga diduga akibat pencemaran air limbah dan masih banyak lagi kasus-kasus yang sesungguhnya menjadi tempat kita berkaca tentang apa yang telah kita lakukan terhadap alam ini.

Kasus kebocoran instalasi nuklir di Chernobyl, misalnya. Hingga kini masih menghantui masyarakat dunia terhadap nuklir. Musibah yang tidak hanya terbatas pada daerah Uni Soviet di mana instalasi itu berada, namun juga meluas hingga ke wilayah Eropa Barat. Pada saat itu terdapat larangan mengonsumsi susu yang diproduksi di daerah-daerah tersebut karena telah terkontaminasi radioaktif chernobyl.

Kebocoran pabrik kimia di India (Bophal), juga telah membukakan mata sebagian besar penduduk dunia tentang risiko yang harus diderita umat manusia jika konservasi alam diabaikan. Tragedi Bophal telah membunuh ribuan penduduk di sekitar perusahaan tersebut. Yang bahkan tidak pernah merasakan manfaat keberadaan perusahaan tersebut, yang menghisap udara yang telah tercemar methyl isocyanate, sejenis senyawa kimia yang sangat berbahaya.

Legitimasi CSR
Penelitian di bidang hukum lingkungan (Mercer, 2005) menyatakan bahwa lemahnya perangkat hukum di suatu negara akan sangat mempengaruhi tingkat kerusakan lingkungan di negara tersebut. Pihak regulator, dalam hal ini pemerintah bersama perangkat kerja yang terkait lainnya, sudah seharusnya menunjukkan perhatian yang serius terhadap kondisi yang terjadi. Jika aturan yang ada saat ini sudah sangat lemah dalam mengendalikan tindakan negatif pihak manajemen dan perusahaan, maka kebutuhan aturan baru terhadap sangsi hukum yang keras bagi tiap pelanggarannya sudah sangat mendesak.

Lembaga swadaya masyarakat di bidang lingkungan juga akan sangat mewarnai keberhasilan pengendalian lingkungan. Karena melalui lembaga inilah rakyat kecil yang merupakan powerless stakeholders akan memperoleh kesempatan untuk menyuarakan kepentingan mereka demi memperoleh kualitas lingkungan hidup yang lebih baik. (*)

Review terhadap ”Niat” Perusahaan untuk Environmental Sustainability

Tanggal : 26 September 2007
Sumber: http://radarlampung.co.id/web/index.php?option=com_content&task=view&id=13180&Itemid=2


SUATU pencerahan bagi rakyat Indonesia dengan dikeluarkanya Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007 yang mengatur kewajiban perusahaan untuk menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR). Konsep ini mengharuskan perusahaan untuk bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya. Ada banyak hal yang harus diperhatikan perusahaan dalam pelaksanaan CSR ini. Yang pertama adalah kesejahteraan karyawan. Tidak hanya pembayaran gaji yang tidak boleh ditunda-tunda, namun juga penghargaa lain, seperti honor lembur, bonus untuk kinerja karyawan yang mendorong keuntungan perusahaan, cuti hamil dan melahirkan, dana pensiun, pesangon, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan.

Kedua adalah jaminan atas konsumen. Banyaknya temuan BBPOM yang saat ini sangat meresahkan masyarakat harusnya menumbuhkan kesadaran kita bersama bahwa masih banyak pengusaha yang memproduksi barang-barang yang kita konsumsi tidak memperdulikan kesehatan dan keselamatan konsumennya. Ketiga adalah tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat di sekitar perusahaan tersebut. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk menerapkan tanggung jawab sosial ini. Dan banyak juga perusahaan yang telah melakukannya. Yang terakhir adalah tanggung jawab lingkungan. Tanggung jawab yang keempat ini masih sangat jarang dilakukan oleh perusahaan, khususnya di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lindrianasari (2006) berhasil mengidentifikasi sebanyak lebih dari 250 perusahaan yang listing di Bursa Efek Jakarta. Melalui evaluasi dengan melihat isi pengungkapan laporan keuangan tahun 2004 dan 2005 yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan dalam melestarikan lingkungan, berhasil ditemukan bahwa rata-rata perusahaan yang peduli terhadap konservasi lingkungan hanya sebesar 1,89 (dari skor 1 sampai 3). Sehingga dapat disimpulkan bahwa perusahaan di Indonesia kurang dari 50% perusahaan yang listing tersebut secara sukarela mengalokasikan dana perusahaan untuk konservasi lingkungan. Dan itu baru sebatas mengalokasikan dana untuk konservasi lingkungan, namun seberapa berartikah dana tersebut bagi lingkungannya? Tidak dapat disimpulkan karena dari keseluruhan perusahaan yang diteliti hanya sekitar 10 persen yang mencantumkan jumlah moneter untuk konservasi lingkungan ke dalam laporan keuangan atau catatan tambahan atas laporan keuangan perusahaan. Keempat butir yang dijelaskan di atas adalah bagian yang terintegral di dalan CSR.

Seperti yang terjadi di banyak negara berkembang, Indonesia telah memiliki suatu kerangka kerja untuk konservasi lingkungan. Peraturan tentang manajemen lingkungan tahun 1982 yang kemudian direvisi tahun 1997 telah menyediakan suatu legalitas untuk mengawasai dan memaksa dipatuhinya regulasi yang dikelurkan oleh pemerintah tersebut. Sejak tahun 1986, pihak pemerintah melalui Bapedalda yang resmi berdiri tahun 1990, telah melakukan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Selain itu juga, agen-agen yang bertujuan untuk mengendalikan dampak lingkungan berdiri semarak di Indonesia di bawah lembaga non-pemerintah (NGO). Tidak kurang dari 40 NGO baik yang lokal, maupun yang internasional terdaftar di KLH. Dan mereka semua adalah pihak-pihak yang memiliki atensi terhadap lingkungan.

Lebih jauh lagi, suatu nota kesepahaman (MoU) antara KLH dengan BI telah ditandatangani tahun 2005 yang lalu sebagai tindak lanjut dari Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penetapan Peringkat Kualitas Aktiva bagi Bank Umum. Aspek lingkungan menjadi salah satu variabel penentu dalam pemberian kredit dan kinerja lingkungan yang dikeluarkan oleh KLH melalui proper adalah tolok umur mereka (Tempo, 8 April 2005). Sehingga ke depannya, setiap perusahaan yang ingin mendapatkan kredit perbankan harus memperlihatkan kepedulian perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan. Regulasi terakhir yang memperlihatkan upaya pemerintah untuk mengendalikan lingkungan hidup adalah dengan mengeluarkan dan mengesahkan Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007, pasal 74 yang menyebutkan bahwa perseroan wajib melaksanakan CSR. Konsekuensi dari pelanggarnya adalah sanksi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Nota kesepahaman dan UU PT tahun 2007 ini adalah harapan baru bagi pencerahan kondisi lingkungan hidup di Indonesia. Namun monitoring dan post auditing mutlak harus dilakukan untuk menjamin tidak adanya penyimpangan di dalam penerapannya (Lindrianasari, 2001). Selain itu juga, supremasi hukum harus ditegakkan. Karena tanpa adanya kepastian dan penegakan hukum, maka aturan-aturan tersebut tidak akan pernah memihak dan menjadi milik rakyat (Decker et al.; 2005).

Niat Perusahaan untuk Melestarikan Lingkungan
Jika dihitung dengan menggunakan nilai mata uang, berapa nilai yang harus dilekatkan kepada pengorbanan masyarakat akibat kerusakan lingkungan? Sepertinya tidak ada satu nilai pun yang dapat membayar nyawa yang melayang karena keracunan limbah.

Sejauh mana tanggung jawab dari pihak perusahaan untuk mengatasi masalah ini? Dari sekian banyak penelitian, baik di negara maju maupun di negara berkembang, ternyata niat perusahaan untuk mengalokasikan dana perusahaan untuk biaya sosial (di dalamnya termasuk untuk lingkungan) masih sangat kurang.

Hasil wawancara langsung terhadap manajer yang menjadi responden penelitian di negara maju membuktikan bahwa pihak manajemen enggan melaporkan kerusakan lingkungan yang terjadi di perusahaan mereka dalam laporan keuangan. Mereka tidak menginginkan kejadian buruk tersebut ”tercatat”, sehingga akan selalu diingat oleh para pemakai laporan. Selain itu, penelitian di Tiongkok (Zhow; 1996) menunjukkan bahwa hal-hal yang wajib dilaporkan perusahaan yang menyangkut masalah lingkungan di dalam laporan keuangan tahunan perusahaan masih belum sesuai dengan ketentuan.

Penelitian di bidang akuntansi lingkungan memang masih terbatas jumlahnya. Lindrianasari (2003) dengan mengambil sampel Provinsi Lampung juga memperlihatkan banyaknya penolakan perusahaan yang membuang limbah ke perairan sungai untuk menjadi sampel penelitian. Dari 52 perusahaan yang terdaftar sebagai populasi penelitian, hanya tujuh perusahaan (kurang dari 2%) yang mengizinkan untuk dilakukan audit terhadap kualitas lingkungannya. Dan sudah dapat diyakini sebelumnya bahwa perusahaan tersebut adalah perusahaan yang tidak bermasalah dengan lingkungan. Semua hal di atas jelas membuktikan bahwa niat sebagian besar perusahaan dalam melestarikan lingkungan masih sangat kurang.

Mengapa CSR Harus Diterapkan Perusahaan?
Perusahaan adalah sebuah organisasi yang dalam operasional sehari-harinya mengeksploitasi sumber daya manusia dan sumber daya alam untuk mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya demi kemakmuran internal stakeholders non-manajemen dan (bahkan yang terutama) bagi manajemennya, kemudian menjadi aktor utama penyebab kerusakan lingkungan.

Mungkin masih ada beberapa perusahaan yang memandang bahwa biaya lingkungan tidak memiliki keberartian bagi perusahaan. Pandangan yang seperti ini pada akhirnya muncul di dalam bentuk tidak adanya dana lingkungan dalam anggaran perusahaan. Dalam tataran yang sangat rendah dan dalam horizon waktu yang relatif pendek, mungkin pandangan ini masih memiliki justifikasi pembenaran. Namun, kalau kita coba untuk menaikkan sedikit ke lingkungan yang lebih luas dan dalam horizon waktu yang relatif lama, maka biaya lingkungan akan terlihat sebagai sesuatu permasalahan yang harus dicari jalan keluarnya.

Banyak kasus yang mengundang simpati dan membuahkan kepiluan akibat kelalaian perusahaan dalam melakukan konservasi lingkungan. Kasus PT Indo Rayon Utama di Porsea, Sumatera Utama, yang membuang limbah di areal permukiman dan mencemari lingkungan hidup, kini ditutup akibat reaksi keras masyarakat sekitar. Kasus pencemaran air di Jawa Timur yang membuat bayi lahir cacat dan air susu ibu yang tercemari akibat buangan limbah air dan gas di daerah perairan yang mengandung merkuri. Selain itu, sebagian besar pelajar sekolah dasar menjadi lamban menerima pelajaran sekolah. Semua diduga disebabkan oleh pencemaran lingkungan.

Kasus lahirnya bayi-bayi tanpa dinding perut di daerah pertambangan, juga diduga akibat pencemaran air limbah dan masih banyak lagi kasus-kasus yang sesungguhnya menjadi tempat kita berkaca tentang apa yang telah kita lakukan terhadap alam ini.

Kasus kebocoran instalasi nuklir di Chernobyl, misalnya. Hingga kini masih menghantui masyarakat dunia terhadap nuklir. Musibah yang tidak hanya terbatas pada daerah Uni Soviet di mana instalasi itu berada, namun juga meluas hingga ke wilayah Eropa Barat. Pada saat itu terdapat larangan mengonsumsi susu yang diproduksi di daerah-daerah tersebut karena telah terkontaminasi radioaktif chernobyl.

Kebocoran pabrik kimia di India (Bophal), juga telah membukakan mata sebagian besar penduduk dunia tentang risiko yang harus diderita umat manusia jika konservasi alam diabaikan. Tragedi Bophal telah membunuh ribuan penduduk di sekitar perusahaan tersebut. Yang bahkan tidak pernah merasakan manfaat keberadaan perusahaan tersebut, yang menghisap udara yang telah tercemar methyl isocyanate, sejenis senyawa kimia yang sangat berbahaya.

Legitimasi CSR
Penelitian di bidang hukum lingkungan (Mercer, 2005) menyatakan bahwa lemahnya perangkat hukum di suatu negara akan sangat mempengaruhi tingkat kerusakan lingkungan di negara tersebut. Pihak regulator, dalam hal ini pemerintah bersama perangkat kerja yang terkait lainnya, sudah seharusnya menunjukkan perhatian yang serius terhadap kondisi yang terjadi. Jika aturan yang ada saat ini sudah sangat lemah dalam mengendalikan tindakan negatif pihak manajemen dan perusahaan, maka kebutuhan aturan baru terhadap sangsi hukum yang keras bagi tiap pelanggarannya sudah sangat mendesak.

Lembaga swadaya masyarakat di bidang lingkungan juga akan sangat mewarnai keberhasilan pengendalian lingkungan. Karena melalui lembaga inilah rakyat kecil yang merupakan powerless stakeholders akan memperoleh kesempatan untuk menyuarakan kepentingan mereka demi memperoleh kualitas lingkungan hidup yang lebih baik. (*)