CSR tiba-tiba menjadi suatu kewajiban yang dicantumkan dalam perundangan Indonesia. Terlepas dari pro-kontra apakah CSR perlu 'dipaksakan' atau dibiarkan mengalir sebagai suatu proses komunikasi dan transfer 'nilai' antara perusahaan dan masyarakat; adalah perlu mengenali bentuk-bentuk CSR atau community development initaitives yang inovatif dan efektif. Dari pembelajaran ini, diharapkan dapat direplikasi, dimodifikasi, maupun di scaling up dalam berbagai level.
Hal terpenting lainnya, karena pesisir dan kepulauan selalu 'dicuekin' dalam pembangunan, potret berbagai CSR ini, mungkin akan menginspirasi berbagai pihak, utamanya private sector yang berinteraksi langsung di wilayah pesisir dan kepulauan, untuk mulai berpikir dan bertindak untuk masyarakat pesisir. Bukan berpikir daratan melulu. Sekali-sekali, kita memang perlu lupa daratan! Salam.
31 Oktober 2007
30 Oktober 2007
Telkom Dukung Penuh Lomba Keterampilan Penyandang Cacat
Tanggal : 30 Oktober 2007
Sumber: http://www.telkom-indonesia.com/telkom-peduli/kegiatan-sosial/telkom-dukung-penuh-lomba-keterampilan-penyandang-cacat.html
Bandung, - PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) mendukung penuh penyelenggaraan olimpiade keterampilan vokasional untuk penyandang cacat atau Abilimpik Nasional 2007. Kegiatan yang diresmikan penyelenggaraannya oleh Menteri Sosial RI Bachtiar Chamsah serta dihadiri oleh Mennaker RI Erman Suparno, Prof Dr Hayono Suyono, dan Direktur Human Capital dan General Affairs Telkom Faisal Syam tersebut berlangsung di Jakarta mulai 30 Oktober 2007. Telkom berharap dukungan tersebut dapat semakin meningkatkan pengertian masyarakat umum tentang kemampuan para penyandang cacat dalam keterampilan vokasional dan kemampuan berpartisipasi dalam kegiatan sosial ekonomi.
Vice President Public & Marketing Communication Telkom Eddy Kurnia menjelaskan bahwa dukungan terhadap penyelenggaraan kegiatan Abilimpik Nasional merupakan bagian dari tanggungjawab sosial perusahaan yang biasa dilakukan oleh Telkom.
Ketertarikan Telkom untuk mendukung penuh kegiatan Abilimpik Nasional 2007 didasari oleh keyakinan bahwa para penyandang cacat sebenarnya memiliki kemampuan untuk melakukan berbagai hal yang selama ini mungkin tak terbayangkan oleh masyarakat pada umumnya.
Dalam pandangan Eddy Kurnia, sudah saatnya masyarakat dan negara memandang para penyandang cacat sebagai aset nasional. ?Penyelenggaraan Abilimpik Nasional 2007 insya-Allah akan menunjukkan kepada kita bahwa kemampuan penyandang cacat, khususnya dalam keterampilan vokasional tidak bisa dipandang sebelah mata, bahkan banyak fakta menunjukkan bahwa ketidakberuntungan di satu sisi bisa menjadi keunggulan di sisi lain,? jelas Eddy Kurnia.
Abilimpik Nasional 2007 sejalan dengan dimulainya Dekade ke-3 yang dikenal sebagai Biwako Millenium Framework serta Millenium Development Goals. Dalam konteks persaingan, juga merupakan bagian dari antisipasi AFTA (Asean Free Trade Area). ?Semuanya itu menghendaki peningkatan mutu sumber daya manusia,? ujar Eddy.
Penyelenggaraan Abilimpik Nasional sangat berkaitan dengan visi CSR Telkom untuk membangun Indonesia cerdas. Menurut Eddy, kualitas sumber daya manusia adalah kata kunci. Itu sebabnya Tellkom selama ini banyak terlibat dalam mendukung berbagai upaya positif dan kongkret ke arah peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. ?Sumber daya manusia penyandang cacat, tentu tak terkecuali,? ujarnya.
Abilimpik Nasional 2007 merupakan olimpiade keterampilan vokasional untuk penyandang cacat yang diselenggarakan dalam rangka mempersiapkan suatu kontingen tenaga kerja vokasional yang terampil untuk mewakili Indonesia mengikuti Abilimpik International VII di Shizuoko, Jepang.
Melalui Abilimpik Nasional 2007, diharapkan minat tenaga kerja penyandang cacat untuk menekuni bidang keterampilan vokasional terus meningkat, demikian pula tingkat kemadirian peserta semakin tinggi. Abilimpik Nasional 2007 merupakan wahana yang tepat untuk menyadarkan, mendorong dan memotivasi para pemuda untuk menekuni bidang-bidang vokasional dan pada saat yang sama juga menyediakan suatu lingkungan yang kondusif, sehingga keterampilan vokasional akan menjadi pilihan yang tak kalah peminatnya dengan jenis pekerjaan profesional lainnya.
Menurut Eddy, negara berkembang seperti Indonesia merupakan negara industri padat karya yang membutuhkan banyak tenaga terampil dibandingkan tenga kerja tamatan perguruan tinggi.
Abilimpik Nasional 2007 diikuti oleh para penyandang cacat dari 33 propinsi. Indonesia telah melaksakan tiga kali Abilimpik, di mana para juaranya telah mengikuti kegiatan Abilimpik International di Hongkong, Perth (Australia Barat) dan New Delhi (India).
Seleksi Nasional melalui Abilimpik Nasional ini diharapkan dapat membentuk tim tangguh untuk mewakili Indonesia dalam Abilimpik International VII di Shizuoko, Jepang.
Abilimpik Nasional 2007 memperlombakan sekitar 19 jenis keterampilan, yang terbagi atas jenis keterampilan kerja (vokasional) dan jenis keterampilan keluarga. Jenis keterampilan yang diperlombakan antara lain: Pembuatan halaman Web, pemrosesan data tingkat dasar dan tingkat mahir, perakitan PC, pembuatan kaki palsu, fotografi, perakitan mekanik, mengukir kayu, membuat keranjang rotan, perakitan elektronik dan pengujian, teknik penyambungan sirkit elektronik, dan lain-lain.
Kami berharap, penyelenggaraan Abilimpik Nasional 2007 benar-benar sukses dan mampu menggali secara optimal potensi keterampilan yang dimiliki para penyandang cacat di Indonesia,? ujar Eddy.
Sumber: http://www.telkom-indonesia.com/telkom-peduli/kegiatan-sosial/telkom-dukung-penuh-lomba-keterampilan-penyandang-cacat.html
Bandung, - PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) mendukung penuh penyelenggaraan olimpiade keterampilan vokasional untuk penyandang cacat atau Abilimpik Nasional 2007. Kegiatan yang diresmikan penyelenggaraannya oleh Menteri Sosial RI Bachtiar Chamsah serta dihadiri oleh Mennaker RI Erman Suparno, Prof Dr Hayono Suyono, dan Direktur Human Capital dan General Affairs Telkom Faisal Syam tersebut berlangsung di Jakarta mulai 30 Oktober 2007. Telkom berharap dukungan tersebut dapat semakin meningkatkan pengertian masyarakat umum tentang kemampuan para penyandang cacat dalam keterampilan vokasional dan kemampuan berpartisipasi dalam kegiatan sosial ekonomi.
Vice President Public & Marketing Communication Telkom Eddy Kurnia menjelaskan bahwa dukungan terhadap penyelenggaraan kegiatan Abilimpik Nasional merupakan bagian dari tanggungjawab sosial perusahaan yang biasa dilakukan oleh Telkom.
Ketertarikan Telkom untuk mendukung penuh kegiatan Abilimpik Nasional 2007 didasari oleh keyakinan bahwa para penyandang cacat sebenarnya memiliki kemampuan untuk melakukan berbagai hal yang selama ini mungkin tak terbayangkan oleh masyarakat pada umumnya.
Dalam pandangan Eddy Kurnia, sudah saatnya masyarakat dan negara memandang para penyandang cacat sebagai aset nasional. ?Penyelenggaraan Abilimpik Nasional 2007 insya-Allah akan menunjukkan kepada kita bahwa kemampuan penyandang cacat, khususnya dalam keterampilan vokasional tidak bisa dipandang sebelah mata, bahkan banyak fakta menunjukkan bahwa ketidakberuntungan di satu sisi bisa menjadi keunggulan di sisi lain,? jelas Eddy Kurnia.
Abilimpik Nasional 2007 sejalan dengan dimulainya Dekade ke-3 yang dikenal sebagai Biwako Millenium Framework serta Millenium Development Goals. Dalam konteks persaingan, juga merupakan bagian dari antisipasi AFTA (Asean Free Trade Area). ?Semuanya itu menghendaki peningkatan mutu sumber daya manusia,? ujar Eddy.
Penyelenggaraan Abilimpik Nasional sangat berkaitan dengan visi CSR Telkom untuk membangun Indonesia cerdas. Menurut Eddy, kualitas sumber daya manusia adalah kata kunci. Itu sebabnya Tellkom selama ini banyak terlibat dalam mendukung berbagai upaya positif dan kongkret ke arah peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. ?Sumber daya manusia penyandang cacat, tentu tak terkecuali,? ujarnya.
Abilimpik Nasional 2007 merupakan olimpiade keterampilan vokasional untuk penyandang cacat yang diselenggarakan dalam rangka mempersiapkan suatu kontingen tenaga kerja vokasional yang terampil untuk mewakili Indonesia mengikuti Abilimpik International VII di Shizuoko, Jepang.
Melalui Abilimpik Nasional 2007, diharapkan minat tenaga kerja penyandang cacat untuk menekuni bidang keterampilan vokasional terus meningkat, demikian pula tingkat kemadirian peserta semakin tinggi. Abilimpik Nasional 2007 merupakan wahana yang tepat untuk menyadarkan, mendorong dan memotivasi para pemuda untuk menekuni bidang-bidang vokasional dan pada saat yang sama juga menyediakan suatu lingkungan yang kondusif, sehingga keterampilan vokasional akan menjadi pilihan yang tak kalah peminatnya dengan jenis pekerjaan profesional lainnya.
Menurut Eddy, negara berkembang seperti Indonesia merupakan negara industri padat karya yang membutuhkan banyak tenaga terampil dibandingkan tenga kerja tamatan perguruan tinggi.
Abilimpik Nasional 2007 diikuti oleh para penyandang cacat dari 33 propinsi. Indonesia telah melaksakan tiga kali Abilimpik, di mana para juaranya telah mengikuti kegiatan Abilimpik International di Hongkong, Perth (Australia Barat) dan New Delhi (India).
Seleksi Nasional melalui Abilimpik Nasional ini diharapkan dapat membentuk tim tangguh untuk mewakili Indonesia dalam Abilimpik International VII di Shizuoko, Jepang.
Abilimpik Nasional 2007 memperlombakan sekitar 19 jenis keterampilan, yang terbagi atas jenis keterampilan kerja (vokasional) dan jenis keterampilan keluarga. Jenis keterampilan yang diperlombakan antara lain: Pembuatan halaman Web, pemrosesan data tingkat dasar dan tingkat mahir, perakitan PC, pembuatan kaki palsu, fotografi, perakitan mekanik, mengukir kayu, membuat keranjang rotan, perakitan elektronik dan pengujian, teknik penyambungan sirkit elektronik, dan lain-lain.
Kami berharap, penyelenggaraan Abilimpik Nasional 2007 benar-benar sukses dan mampu menggali secara optimal potensi keterampilan yang dimiliki para penyandang cacat di Indonesia,? ujar Eddy.
24 Oktober 2007
Kegiatan CSR LG Electronics Indonesia; Berbagi Rahmat di Bulan Ramadhan
Tanggal : 24 Oktober 2007
Sumber: http://id.lge.com/ir/html/ABboards.do?action=read&group_code=AB&list_code=PRE_MENU&seq=5357&page=1&target=pressreleases_read.jsp
Jakarta ( 26/09 ) PT. LG Electronics Indonesia ( LGEIN ) yang memiliki pabrik di Kawasan MM2100 – Cibitung – Bekasi memberikan perhatian besar kepada community development di sekitar lokasi pabrik sebagai salah satu kegiatan CSR ( corporate social responsibility ).
Dengan produk yang diproduksi dari Factory 1, sebutan untuk pabrik di Cibitung tersebut, yaitu TV, Monitor Komputer, dan Audio Video tidak hanya membuat perusahaan dari negeri Ginseng ini fokus pada kegiatan produksi dan penjualan saja ,”namun juga komitmen perusahaan untuk kegiatan sosial sangatlah besar,” ujar Lee, Kee – Ju, President Director LGEIN ( 26/09 ).
“Untuk bulan Ramadhan kali ini, kami memfokuskan pada Panti Asuhan Yatim Piatu Muslim yang berlokasi di sekitar pabrik kami,” papar Lee, Kee – Ju, “agar tercipta harmonisasi kehidupan bersama antara kami dan masyarakat sekitar.”
Kegiatan ini berlokasi di Panti Asuhan Yatim Piatu & Dhuafa “Nurul Azhar” di Jalan Sabir Syamsoe RT. 002 RW. 06 – Desa Lubang Buaya – Kecamatan Setu – Bekasi, Telp. 021 – 9217965 yang dihuni sekitar 106 orang anak Yatim Piatu dan sekitar 154 orang lanjut usia.
Pemilihan lokasi ini diawali dengan survey oleh Corporate Culture & Communciations Team untuk dilaporkan dan disetujui oleh management LGEIN serta kegiatan Bakti Sosial ini melibatkan karyawan LGEIN yang dikoordinir oleh SPSI ( Serikat Pekerja Seluruh Indonesia ) LGEIN.
“Kegiatan sosial ini tidak hanya datang dari perusahaan saja namun juga menyertakan seluruh karyawan LGEIN yang dikoordinir SPSI sehingga tujuan menciptakan harmonisasi itu bisa terwujud yang menunjukan sinergi positif antara masing – masing stakeholder yang ada di dalam dan sekitar LGEIN,” lanjut Lee, Kee – Ju.
Panti Asuhan Yatim Piatu & Dhuafa “Nurul Azhar” memiliki sekitar 16 ruang kelas dan sekitar 11 ruang asrama serta sekitar 6 ruang multi-guna yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan serta berada di lahan yang berukuran sekitar 8,000 meter persegi.
Karyawan LGEIN dalam Bakti Sosial kali ini melakukan renovasi bangunan serta menyisihkan beberapa barang yang masih layak pakai seperti pakaian, buku belajar, dan ditambah dengan sumbangan dari perusahaan berupa sembako, pakaian serta produk elektronika LG yaitu Freezer, Lemari Es, TV, dan Kipas Angin.
“Kebutuhan yang diserahkan itu sesuai dengan yang dibutuhkan oleh Panti Asuhan sesuai hasil survey yang telah dilakukan sebelum kegiatan Bakti Sosial ini dimulai,” kata Lee, Kee – Ju,”disertai harapan bahwa apa yang diserahkan tidak dilihat dari nilai nominalnya tetapi dari niat baik dan keikhlasan perusahaan serta seluruh karyawan.”
Kegiatan yang diberi nama “LG Love & Care” ini menjadi komitmen perusahaan untuk memberi dukungan sosial terhadap masyarakat sekitar maupun saat terjadinya bencana alam, sebagaimana dilakukan pada saat Tsunami di Aceh & Sumatera Utara, kemudian Gempa Bumi di Yogyakarta maupun di beberapa lokasi lainnya.
Tidak hanya itu saja, untuk melengkapi kegiatan CSR yang lain, LGEIN secara berkala melaksanakan kegiatan “LG Love School” yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2005 hingga saat ini dan telah dilakukan di 8 sekolah, baik SMP maupun SMA, yang juga berada di sekitar pabrik LGEIN, masing – masing di Bekasi dan Tangerang.
Peresmian dan Serah Terima Kegiatan Bakti Sosial ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 26 September 2007 pukul 10:00 bertempat di Panti Asuhan Yatim Piatu & Dhuafa “Nurul Azhar” yang dihadiri secara langsung oleh Lee, Kee – Ju selaku President Director LGEIN.
Sumber: http://id.lge.com/ir/html/ABboards.do?action=read&group_code=AB&list_code=PRE_MENU&seq=5357&page=1&target=pressreleases_read.jsp
Jakarta ( 26/09 ) PT. LG Electronics Indonesia ( LGEIN ) yang memiliki pabrik di Kawasan MM2100 – Cibitung – Bekasi memberikan perhatian besar kepada community development di sekitar lokasi pabrik sebagai salah satu kegiatan CSR ( corporate social responsibility ).
Dengan produk yang diproduksi dari Factory 1, sebutan untuk pabrik di Cibitung tersebut, yaitu TV, Monitor Komputer, dan Audio Video tidak hanya membuat perusahaan dari negeri Ginseng ini fokus pada kegiatan produksi dan penjualan saja ,”namun juga komitmen perusahaan untuk kegiatan sosial sangatlah besar,” ujar Lee, Kee – Ju, President Director LGEIN ( 26/09 ).
“Untuk bulan Ramadhan kali ini, kami memfokuskan pada Panti Asuhan Yatim Piatu Muslim yang berlokasi di sekitar pabrik kami,” papar Lee, Kee – Ju, “agar tercipta harmonisasi kehidupan bersama antara kami dan masyarakat sekitar.”
Kegiatan ini berlokasi di Panti Asuhan Yatim Piatu & Dhuafa “Nurul Azhar” di Jalan Sabir Syamsoe RT. 002 RW. 06 – Desa Lubang Buaya – Kecamatan Setu – Bekasi, Telp. 021 – 9217965 yang dihuni sekitar 106 orang anak Yatim Piatu dan sekitar 154 orang lanjut usia.
Pemilihan lokasi ini diawali dengan survey oleh Corporate Culture & Communciations Team untuk dilaporkan dan disetujui oleh management LGEIN serta kegiatan Bakti Sosial ini melibatkan karyawan LGEIN yang dikoordinir oleh SPSI ( Serikat Pekerja Seluruh Indonesia ) LGEIN.
“Kegiatan sosial ini tidak hanya datang dari perusahaan saja namun juga menyertakan seluruh karyawan LGEIN yang dikoordinir SPSI sehingga tujuan menciptakan harmonisasi itu bisa terwujud yang menunjukan sinergi positif antara masing – masing stakeholder yang ada di dalam dan sekitar LGEIN,” lanjut Lee, Kee – Ju.
Panti Asuhan Yatim Piatu & Dhuafa “Nurul Azhar” memiliki sekitar 16 ruang kelas dan sekitar 11 ruang asrama serta sekitar 6 ruang multi-guna yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan serta berada di lahan yang berukuran sekitar 8,000 meter persegi.
Karyawan LGEIN dalam Bakti Sosial kali ini melakukan renovasi bangunan serta menyisihkan beberapa barang yang masih layak pakai seperti pakaian, buku belajar, dan ditambah dengan sumbangan dari perusahaan berupa sembako, pakaian serta produk elektronika LG yaitu Freezer, Lemari Es, TV, dan Kipas Angin.
“Kebutuhan yang diserahkan itu sesuai dengan yang dibutuhkan oleh Panti Asuhan sesuai hasil survey yang telah dilakukan sebelum kegiatan Bakti Sosial ini dimulai,” kata Lee, Kee – Ju,”disertai harapan bahwa apa yang diserahkan tidak dilihat dari nilai nominalnya tetapi dari niat baik dan keikhlasan perusahaan serta seluruh karyawan.”
Kegiatan yang diberi nama “LG Love & Care” ini menjadi komitmen perusahaan untuk memberi dukungan sosial terhadap masyarakat sekitar maupun saat terjadinya bencana alam, sebagaimana dilakukan pada saat Tsunami di Aceh & Sumatera Utara, kemudian Gempa Bumi di Yogyakarta maupun di beberapa lokasi lainnya.
Tidak hanya itu saja, untuk melengkapi kegiatan CSR yang lain, LGEIN secara berkala melaksanakan kegiatan “LG Love School” yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2005 hingga saat ini dan telah dilakukan di 8 sekolah, baik SMP maupun SMA, yang juga berada di sekitar pabrik LGEIN, masing – masing di Bekasi dan Tangerang.
Peresmian dan Serah Terima Kegiatan Bakti Sosial ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 26 September 2007 pukul 10:00 bertempat di Panti Asuhan Yatim Piatu & Dhuafa “Nurul Azhar” yang dihadiri secara langsung oleh Lee, Kee – Ju selaku President Director LGEIN.
11 Oktober 2007
Corporate Social Responsibility dalam Perspektif Islam
Tanggal : 11 Oktober 2007
Sumber : http://www.mediakonsumen.com/Artikel986.html
Kini, ide untuk memasukan etika ke dalam dunia ekonomi (bisnis) mencuat kembali. CSR tidak lagi ditempatkan dalam ranah sosial dan ekonomi sebagai imbauan, tetapi masuk ranah hukum yang ‘memaksa’ perusahaan ikut aktif memperbaiki kondisi dan taraf hidup masyarakat (Kompas, 4/8).
Disahkannya Rancangan Undang-Undang Perseroan Terbatas (RUU PT) telah menuai pro-kontra, terutama terhadap Pasal 74 tentang Aturan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, yang rumusannya, “perseroan di bidang/berkaitan dengan SDA wajib melaksanakan CSR… Perseroan yang tidak melaksanakan wajib CSR dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Yang dimaksud SDA adalah sumber daya alam, sedangkan CSR adalah corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial korporat/perusahaan.
Tanggung jawab sangat terkait dengan hak dan kewajiban, yang pada akhirnya dapat menimbulkan kesadaran tanggung-jawab. Ada dua bentuk kesadaran: Pertama, kesadaran yang muncul dari hati nurani seseorang yang sering disebut dengan etika dan moral. Kedua, kesadaran hukum yang bersifat paksaan berupa tuntutan-tuntutan yang diiringi sanksi-sanksi hukum.
Etika Bisnis Islami
Etika memiliki dua pengertian: Pertama, etika sebagaimana moralitas, berisikan nilai dan norma-norma konkret yang menjadi pedoman dan pegangan hidup manusia dalam seluruh kehidupan. Kedua, etika sebagai refleksi kritis dan rasional. Etika membantu manusia bertindak secara bebas tetapi dapat dipertanggung-jawabkan. Sedangkan bisnis mengutip Straub, Alimin (2004: 56), sebagai suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang dan jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit.
Penggabungan etika dan bisnis dapat berarti memaksakan norma-norma agama bagi dunia bisnis, memasang kode etik profesi bisnis, merevisi sistem dan hukum ekonomi, meningkatkan keterampilan memenuhi tuntutan-tuntutan etika pihak-pihak luar untuk mencari aman dan sebaginya. Bisnis yang beretika adalah bisnis yang memiliki komitmen ketulusan dalam menjaga kontrak sosial yang sudah berjalan. Kontrak sosial merupakan janji yang harus ditepati.
Bisnis Islami ialah serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah kepemilikan (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya karena aturan halal dan haram (lihat. QS. 2:188, 4:29).
Etika bisnis Islam sebenarnya telah diajarkan Nabi Saw. saat menjalankan perdagangan. Karakteristik Nabi Saw., sebagai pedagang adalah, selain dedikasi dan keuletannya juga memiliki sifat shidiq, fathanah, amanah dan tabligh. Ciri-ciri itu masih ditambah Istiqamah.
Shidiq berarti mempunyai kejujuran dan selalu melandasi ucapan, keyakinan dan amal perbuatan atas dasar nilai-nilai yang diajarkan Islam. Istiqamah atau konsisten dalam iman dan nilai-nilai kebaikan, meski menghadapi godaan dan tantangan. Istiqamah dalam kebaikan ditampilkan dalam keteguhan, kesabaran serta keuletan sehingga menghasilkan sesuatu yang optimal. Fathanah berarti mengerti, memahami, dan menghayati secara mendalam segala yang menjadi tugas dan kewajibannya. Sifat ini akan menimbulkan kreatifitas dan kemampuan melakukakn berbagai macam inovasi yang bermanfaat. Amanah, tanggung jawab dalam melaksanakan setiap tugas dan kewajiban. Amanah ditampilkan dalam keterbukaan, kejujuran, pelayanan yang optimal, dan ihsan (kebajikan) dalam segala hal. Tablig, mengajak sekaligus memberikan contoh kepada pihak lain untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari (berbagai sumber).
Berdasarkan sifat-sifat tersebut, dalam konteks corporate social responsibility (CSR), para pelaku usaha atau pihak perusahaan dituntut besikap tidak kontradiksi secara disengaja antara ucapan dan perbuatan dalam bisnisnya. Mereka dituntut tepat janji, tepat waktu, mengakui kelemahan dan kekurangan (tidak ditutup-tutupi), selalu memperbaiki kualitas barang atau jasa secara berkesinambungan serta tidak boleh menipu dan berbohong.
Pelaku usaha/pihak perusahaan harus memiliki amanah dengan menampilkan sikap keterbukaan, kejujuran, pelayanan yang optimal, dan ihsan (berbuat yang terbaik) dalam segala hal, apalagi berhubungan dengan pelayanan masyarakat. Dengan sifat amanah, pelaku usaha memiliki tanggung jawab untuk mengamalkan kewajiban-kewajibannya. Sifat tablig dapat disampaikan pelaku usaha dengan bijak (hikmah), sabar, argumentatif, dan persuasif akan menumbuhkan hubungan kemanusiaan yang solid dan kuat.
Para pelaku usaha dituntut mempunyai kesadaran mengenai etika dan moral, karena keduanya merupakan kebutuhan yang harus dimiliki. Pelaku usaha atau perusahaan yang ceroboh dan tidak menjaga etika, tidak akan berbisnis secara baik sehingga dapat mengancam hubungan sosial dan merugikan konsumen, bahkan dirinya sendiri.
Hukum Islam
Al-Qur’an adalah suatu ajaran yang berkepentingan terutama untuk menghasilkan sikap moral yang benar bagi tindakan manusia. “Moral” menurut intelektual asal Pakistan Fazlur Rahman (2000: 354), merupakan esensi etika al-Qur’an yang akhirnya menjadi esensi hukum dalam bentuk perintah dan larangan. Nilai-nilai moral adalah poros penting dari keseluruhan sistem yang menghasilkan hukum.
Dalam aktivitas kehidupannya, umat Islam dianjurkan mengutamakan kebutuhan terpenting (mashlahah) agar sesuai dengan tujuan syariat (maqashid al-syari’ah). Mengikuti al-Syatibi, M. Fahim Khan, (1992: 195), mengatakan mashlahah adalah pemilikan atau kekuatan barang/jasa yang mengandung elemen dasar dan tujuan kehidupan umat manusia di dunia ini (dan peroleh pahala untuk kehidupan akhirat). Maslahah ini tidak bisa dipisahkan dengan maqashid al-syari’ah. Al-‘Izz al-Din bin Abd al-Salam diikuti Sobhi Mahmassani (1977: 159), mengutarakan maqashid al-syari’ah ialah perintah-perintah yang pada hakikatnya kembali untuk kemaslahatan hamba Allah dunia dan akhirat.
Abu Ishaq al-Syatibi (w. 790 H) dalam al-Muwafaqat, tujuan pokok syari’at Islam terdiri atas lima komponen: pemeliharaan agama (hifdh al-din), jiwa (hifdh al-nafs), akal (hifdh al-aql), keturunan (hifdh nasl) dan harta (hifdh al-maal). Lima komponen pokok syari’ah itu disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan kepentingan manusia (mashlahah), yaitu kebutuhan primer (dharuriyyah), skunder (hajiyyah) dan tertier (tahsiniyyah).
Dalam konteks ini, kebutuhan primer (dharuriyyah) adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan kemaslahatan agama dan dunia. Jika kebutuhan itu hilang, maka kemaslahatan manusia sulit terwujud. Bahkan, dapat menimbulkan keruksakan, kekacauan dan kehancuran. Skunder (hajiyyah) adalah segala hal yang dibutuhkan untuk memberikan kelonggaran dan mengurangi kesulitan yang biasanya menjadi kendala dalam mencapai tujuan. Sedangkan tertier (tahsiniyyah) ialah melakukan tindakan yang layak menurut adat dan menjauhi perbuatan-perbuatan ‘aib yang ditentang akal sehat.
Tujuan syari’ah itu dapat menentukan tujuan perilaku konsumen dalam Islam dan tercapainya kesejahteraan umat manusia (maslahah al-‘ibad). Semua barang dan jasa yang dapat memiliki kekuatan untuk memenuhi lima komponen pokok (dharury) telah dapat dikatakan memiliki maslahat bagi umat manusia.
Lebih lanjut, Khan (1992: 195), mengutarakan semua kebutuhan tidak sama penting. Kebutuhan itu meliputi: tingkat di mana lima elemen pokok di atas dilindungi secara baik; tingkat di mana perlindungan lima elemen pokok di atas, dilengkapi untuk memperkuat perlindungannya dan tingkat di mana lima element pokok di atas secara sederhana diperoleh secara jelas.
Berkaitan dengan corporate sosial responsibility (CSR), kelima komponen itu perlu mendapat fokus perhatian.
Dalam skala primer, perusahaan atau badan-badan komersial perlu menghargai agama yang dianut masyarakat. Jangan sampai kepentingan masyarakat terhadap agamanya diabaikan, seperti perusahaan yang mengabaikan atau mengganggu peribadatan warga setempat. Bahkan, semestinya pihak perusahaan atau badan-badan komersial harus mampu mengembangkan jiwa usahanya dengan spiritualitas Islam.
Dalam pemeliharaan jiwa seperti makan dan minum ditujukan agar hidup dapat lebih bertahan dan mencegah ekses kepunahan jiwa manusia. Ironisnya, kini, banyak perusahaan air mineral telah menyebabkan kekeringan air di daerah atau kondisi udara di Jakarta telah mengandung zat pencemar udara yang sebagian besar sulfur dioksida, karbon monoksida, nitrogen dioksida dan partikel debu. Sekitar 70 persen polusi udara di Jakarta akibat asap transportasi. Menurut staff pengajar Fakultas Teknologi Kelautan Universitas Darma Persada Jakarta Agung Sudrajad (Inovasi, Vol. 5, 2005), di Jakarta pertambahan kendaraan tercatat 8.74 persen per tahun sementara prasarana jalan meningkat 6.28 persen per tahun. Ini tentu menambah semakin terpuruknya kondisi lingkungan udara kita.
Begitu juga, pihak korporasi harus mampu menjaga keutuhan dan kehormatan (rumah tangga) warga masyarakat terkait atau internal perusahaan. Perusahaan dilarang memberikan ekses negatif dalam kegiatannya yang akan mengganggu rusaknya akal pikiran manusia. Islam melarang umatnya mengkonsumsi atau memproduksi makanan dan minuman yang dapat merusak akal karena akan mengancam eksistensi akalnya.
Dalam pemeliharaan harta, transaksi jual beli harus dilakukan secara halal. Jika tidak, maka eksistensi harta akan terancam, baik pengelolaan atau pemanfaatannya. Karena itu, pihak perusahaan dilarang melakukan kegiatan yang secara jelas melangar aturan syara’.
Dalam konteks tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR), maqashid as-yari’ah ditujukan agar pelaku usaha atau pihak perusahaan mampu menentukan skala prioritas kebutuhannya yang terpenting. Kebutuhan-kebutuhan itu tidak hanya diorientasikan untuk jangka pendek, tetapi juga jangka panjang dalam mencapai ridha Allah. Kegiatan ekonomi tidak saja melibatkan aspek materi, tapi juga kualitas keimanan seorang hamba kepada Allah Swt.
Oleh karena itu, konsep pembanguan yang melibatkan maqashid as-yari’ah dimaksudkan agar terbentuk pribadi-pribadi muslim yang memiliki keimanan dan ketakwaan. Tentu saja sikap ini tidak saja didapatkan dari lubuk hati yang dalam. Tetapi, dilandasi juga dari kesadaran manusia untuk melaksanakan kewajiban sebagai seorang hamba-Nya. Kewajiban mengaplikasikan tanggung jawab seorang hamba untuk melakukan kejujuran, kebenaran, kebajikan dan kasih sayang terhadap seluruh data kehidupan aktual. Islam mengajarkan tanggung jawab agar mampu mengendalikan diri dari tindakan melampaui batas kewajaran dan kemanusiaan. Tanggung jawab ini mencakup tanggung jawab kepada Allah, kepada sesama dan lingkungannya.
Sumber : http://www.mediakonsumen.com/Artikel986.html
Kini, ide untuk memasukan etika ke dalam dunia ekonomi (bisnis) mencuat kembali. CSR tidak lagi ditempatkan dalam ranah sosial dan ekonomi sebagai imbauan, tetapi masuk ranah hukum yang ‘memaksa’ perusahaan ikut aktif memperbaiki kondisi dan taraf hidup masyarakat (Kompas, 4/8).
Disahkannya Rancangan Undang-Undang Perseroan Terbatas (RUU PT) telah menuai pro-kontra, terutama terhadap Pasal 74 tentang Aturan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, yang rumusannya, “perseroan di bidang/berkaitan dengan SDA wajib melaksanakan CSR… Perseroan yang tidak melaksanakan wajib CSR dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Yang dimaksud SDA adalah sumber daya alam, sedangkan CSR adalah corporate social responsibility atau tanggung jawab sosial korporat/perusahaan.
Tanggung jawab sangat terkait dengan hak dan kewajiban, yang pada akhirnya dapat menimbulkan kesadaran tanggung-jawab. Ada dua bentuk kesadaran: Pertama, kesadaran yang muncul dari hati nurani seseorang yang sering disebut dengan etika dan moral. Kedua, kesadaran hukum yang bersifat paksaan berupa tuntutan-tuntutan yang diiringi sanksi-sanksi hukum.
Etika Bisnis Islami
Etika memiliki dua pengertian: Pertama, etika sebagaimana moralitas, berisikan nilai dan norma-norma konkret yang menjadi pedoman dan pegangan hidup manusia dalam seluruh kehidupan. Kedua, etika sebagai refleksi kritis dan rasional. Etika membantu manusia bertindak secara bebas tetapi dapat dipertanggung-jawabkan. Sedangkan bisnis mengutip Straub, Alimin (2004: 56), sebagai suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang dan jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit.
Penggabungan etika dan bisnis dapat berarti memaksakan norma-norma agama bagi dunia bisnis, memasang kode etik profesi bisnis, merevisi sistem dan hukum ekonomi, meningkatkan keterampilan memenuhi tuntutan-tuntutan etika pihak-pihak luar untuk mencari aman dan sebaginya. Bisnis yang beretika adalah bisnis yang memiliki komitmen ketulusan dalam menjaga kontrak sosial yang sudah berjalan. Kontrak sosial merupakan janji yang harus ditepati.
Bisnis Islami ialah serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah kepemilikan (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya karena aturan halal dan haram (lihat. QS. 2:188, 4:29).
Etika bisnis Islam sebenarnya telah diajarkan Nabi Saw. saat menjalankan perdagangan. Karakteristik Nabi Saw., sebagai pedagang adalah, selain dedikasi dan keuletannya juga memiliki sifat shidiq, fathanah, amanah dan tabligh. Ciri-ciri itu masih ditambah Istiqamah.
Shidiq berarti mempunyai kejujuran dan selalu melandasi ucapan, keyakinan dan amal perbuatan atas dasar nilai-nilai yang diajarkan Islam. Istiqamah atau konsisten dalam iman dan nilai-nilai kebaikan, meski menghadapi godaan dan tantangan. Istiqamah dalam kebaikan ditampilkan dalam keteguhan, kesabaran serta keuletan sehingga menghasilkan sesuatu yang optimal. Fathanah berarti mengerti, memahami, dan menghayati secara mendalam segala yang menjadi tugas dan kewajibannya. Sifat ini akan menimbulkan kreatifitas dan kemampuan melakukakn berbagai macam inovasi yang bermanfaat. Amanah, tanggung jawab dalam melaksanakan setiap tugas dan kewajiban. Amanah ditampilkan dalam keterbukaan, kejujuran, pelayanan yang optimal, dan ihsan (kebajikan) dalam segala hal. Tablig, mengajak sekaligus memberikan contoh kepada pihak lain untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari (berbagai sumber).
Berdasarkan sifat-sifat tersebut, dalam konteks corporate social responsibility (CSR), para pelaku usaha atau pihak perusahaan dituntut besikap tidak kontradiksi secara disengaja antara ucapan dan perbuatan dalam bisnisnya. Mereka dituntut tepat janji, tepat waktu, mengakui kelemahan dan kekurangan (tidak ditutup-tutupi), selalu memperbaiki kualitas barang atau jasa secara berkesinambungan serta tidak boleh menipu dan berbohong.
Pelaku usaha/pihak perusahaan harus memiliki amanah dengan menampilkan sikap keterbukaan, kejujuran, pelayanan yang optimal, dan ihsan (berbuat yang terbaik) dalam segala hal, apalagi berhubungan dengan pelayanan masyarakat. Dengan sifat amanah, pelaku usaha memiliki tanggung jawab untuk mengamalkan kewajiban-kewajibannya. Sifat tablig dapat disampaikan pelaku usaha dengan bijak (hikmah), sabar, argumentatif, dan persuasif akan menumbuhkan hubungan kemanusiaan yang solid dan kuat.
Para pelaku usaha dituntut mempunyai kesadaran mengenai etika dan moral, karena keduanya merupakan kebutuhan yang harus dimiliki. Pelaku usaha atau perusahaan yang ceroboh dan tidak menjaga etika, tidak akan berbisnis secara baik sehingga dapat mengancam hubungan sosial dan merugikan konsumen, bahkan dirinya sendiri.
Hukum Islam
Al-Qur’an adalah suatu ajaran yang berkepentingan terutama untuk menghasilkan sikap moral yang benar bagi tindakan manusia. “Moral” menurut intelektual asal Pakistan Fazlur Rahman (2000: 354), merupakan esensi etika al-Qur’an yang akhirnya menjadi esensi hukum dalam bentuk perintah dan larangan. Nilai-nilai moral adalah poros penting dari keseluruhan sistem yang menghasilkan hukum.
Dalam aktivitas kehidupannya, umat Islam dianjurkan mengutamakan kebutuhan terpenting (mashlahah) agar sesuai dengan tujuan syariat (maqashid al-syari’ah). Mengikuti al-Syatibi, M. Fahim Khan, (1992: 195), mengatakan mashlahah adalah pemilikan atau kekuatan barang/jasa yang mengandung elemen dasar dan tujuan kehidupan umat manusia di dunia ini (dan peroleh pahala untuk kehidupan akhirat). Maslahah ini tidak bisa dipisahkan dengan maqashid al-syari’ah. Al-‘Izz al-Din bin Abd al-Salam diikuti Sobhi Mahmassani (1977: 159), mengutarakan maqashid al-syari’ah ialah perintah-perintah yang pada hakikatnya kembali untuk kemaslahatan hamba Allah dunia dan akhirat.
Abu Ishaq al-Syatibi (w. 790 H) dalam al-Muwafaqat, tujuan pokok syari’at Islam terdiri atas lima komponen: pemeliharaan agama (hifdh al-din), jiwa (hifdh al-nafs), akal (hifdh al-aql), keturunan (hifdh nasl) dan harta (hifdh al-maal). Lima komponen pokok syari’ah itu disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan kepentingan manusia (mashlahah), yaitu kebutuhan primer (dharuriyyah), skunder (hajiyyah) dan tertier (tahsiniyyah).
Dalam konteks ini, kebutuhan primer (dharuriyyah) adalah sesuatu yang harus ada untuk mewujudkan kemaslahatan agama dan dunia. Jika kebutuhan itu hilang, maka kemaslahatan manusia sulit terwujud. Bahkan, dapat menimbulkan keruksakan, kekacauan dan kehancuran. Skunder (hajiyyah) adalah segala hal yang dibutuhkan untuk memberikan kelonggaran dan mengurangi kesulitan yang biasanya menjadi kendala dalam mencapai tujuan. Sedangkan tertier (tahsiniyyah) ialah melakukan tindakan yang layak menurut adat dan menjauhi perbuatan-perbuatan ‘aib yang ditentang akal sehat.
Tujuan syari’ah itu dapat menentukan tujuan perilaku konsumen dalam Islam dan tercapainya kesejahteraan umat manusia (maslahah al-‘ibad). Semua barang dan jasa yang dapat memiliki kekuatan untuk memenuhi lima komponen pokok (dharury) telah dapat dikatakan memiliki maslahat bagi umat manusia.
Lebih lanjut, Khan (1992: 195), mengutarakan semua kebutuhan tidak sama penting. Kebutuhan itu meliputi: tingkat di mana lima elemen pokok di atas dilindungi secara baik; tingkat di mana perlindungan lima elemen pokok di atas, dilengkapi untuk memperkuat perlindungannya dan tingkat di mana lima element pokok di atas secara sederhana diperoleh secara jelas.
Berkaitan dengan corporate sosial responsibility (CSR), kelima komponen itu perlu mendapat fokus perhatian.
Dalam skala primer, perusahaan atau badan-badan komersial perlu menghargai agama yang dianut masyarakat. Jangan sampai kepentingan masyarakat terhadap agamanya diabaikan, seperti perusahaan yang mengabaikan atau mengganggu peribadatan warga setempat. Bahkan, semestinya pihak perusahaan atau badan-badan komersial harus mampu mengembangkan jiwa usahanya dengan spiritualitas Islam.
Dalam pemeliharaan jiwa seperti makan dan minum ditujukan agar hidup dapat lebih bertahan dan mencegah ekses kepunahan jiwa manusia. Ironisnya, kini, banyak perusahaan air mineral telah menyebabkan kekeringan air di daerah atau kondisi udara di Jakarta telah mengandung zat pencemar udara yang sebagian besar sulfur dioksida, karbon monoksida, nitrogen dioksida dan partikel debu. Sekitar 70 persen polusi udara di Jakarta akibat asap transportasi. Menurut staff pengajar Fakultas Teknologi Kelautan Universitas Darma Persada Jakarta Agung Sudrajad (Inovasi, Vol. 5, 2005), di Jakarta pertambahan kendaraan tercatat 8.74 persen per tahun sementara prasarana jalan meningkat 6.28 persen per tahun. Ini tentu menambah semakin terpuruknya kondisi lingkungan udara kita.
Begitu juga, pihak korporasi harus mampu menjaga keutuhan dan kehormatan (rumah tangga) warga masyarakat terkait atau internal perusahaan. Perusahaan dilarang memberikan ekses negatif dalam kegiatannya yang akan mengganggu rusaknya akal pikiran manusia. Islam melarang umatnya mengkonsumsi atau memproduksi makanan dan minuman yang dapat merusak akal karena akan mengancam eksistensi akalnya.
Dalam pemeliharaan harta, transaksi jual beli harus dilakukan secara halal. Jika tidak, maka eksistensi harta akan terancam, baik pengelolaan atau pemanfaatannya. Karena itu, pihak perusahaan dilarang melakukan kegiatan yang secara jelas melangar aturan syara’.
Dalam konteks tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR), maqashid as-yari’ah ditujukan agar pelaku usaha atau pihak perusahaan mampu menentukan skala prioritas kebutuhannya yang terpenting. Kebutuhan-kebutuhan itu tidak hanya diorientasikan untuk jangka pendek, tetapi juga jangka panjang dalam mencapai ridha Allah. Kegiatan ekonomi tidak saja melibatkan aspek materi, tapi juga kualitas keimanan seorang hamba kepada Allah Swt.
Oleh karena itu, konsep pembanguan yang melibatkan maqashid as-yari’ah dimaksudkan agar terbentuk pribadi-pribadi muslim yang memiliki keimanan dan ketakwaan. Tentu saja sikap ini tidak saja didapatkan dari lubuk hati yang dalam. Tetapi, dilandasi juga dari kesadaran manusia untuk melaksanakan kewajiban sebagai seorang hamba-Nya. Kewajiban mengaplikasikan tanggung jawab seorang hamba untuk melakukan kejujuran, kebenaran, kebajikan dan kasih sayang terhadap seluruh data kehidupan aktual. Islam mengajarkan tanggung jawab agar mampu mengendalikan diri dari tindakan melampaui batas kewajaran dan kemanusiaan. Tanggung jawab ini mencakup tanggung jawab kepada Allah, kepada sesama dan lingkungannya.
Langganan:
Postingan (Atom)