23 Februari 2006

CSR Kaltim Prima Coal US$5 juta/tahun

Tanggal: 23 Februari 2006
Sumber: http://www.djmbp.esdm.go.id/modules/news/index.php?_act=detail&sub=news_minerbapabum&news_id=671

JAKARTA
: PT Kaltim Prima Coal (KPC) mengalokasikan dana US$5 juta setiap tahun bagi aksi corporate social responsibility (CSR) yang berbentuk tujuh program untuk masyarakat sekitar lokasi usahanya.

Harry Miarso, GM External Affair & Sustainable Development KPC, menjelaskan dana tersebut dialokasikan untuk masyarakat di Sangatta, Kutai Timur, Kaltim, tempat KPC beroperasi.

Menurut Harry, ketujuh program itu adalah pendidikan dan pelatihan, kesehatan masyarakat, pembangunan agribisnis, perbaikan infrakstruktur, pembinaan usaha kecil dan menengah, konservasi alam, dan meningkatkan kapasitas masyarakat.

Untuk program agribisnis, katanya, KPC membangun 300 hektare untuk penanaman kakao. Masyarakat setempat diberikan bibit, pupuk sampai kepada pelatihan mengenai penanaman itu.

"Untuk program agribisnis ini juga dibuatkan kolam udang untuk masyarakat di Desa Muara Bengalon," katanya dalam diskusi mengenai The Role of third sector organisations in philanthropy and corporate social responsibility yang digelar Universitas Trisakti di Jakarta, kemarin.

Program agribisnis lainnya adalah membangun perkebunan pisang dan peternakan ayam di Kampung Kabo.

KPC juga memberikan kredit mikro kepada masyarakat Bengalon dengan total peminjam tak kurang dari 700 orang.

Sedangkan pembangunan infrastruktur telah dilakukan program irigasi di Desa Sepaso, dan pembangunan jalan. Masyarakat setempat juga dimanjakan dengan fasilitas olah raga berupa pembuatan lapangan sepakbola.

Menurut Harry, PT KPC telah mengimplementasikan CSR di lingkungan tempat beroperasinya. Namun, dia tidak dapat menjawab pertanyaan rektor Usakti Thoby Mutis mengenai berapa persentase dana dari laba bersih perusahaan yang diberikan dalam program CSR kepada masyarakat setempat.

Thoby kemudian menjelaskan bahwa dana untuk CSR yang harus dialokasikan minimal 15% dari laba bersih usaha bagi setiap perusahaan. Karena, katanya, pada zaman penjajahan Belanda saja angka itu merupakan patokan bagi sebuah badan usaha untuk kepentingan masyarakat sekitar lokasi usaha.

"Itu waktu zaman Belanda, jika sekarang tentu idealnya lebih dari angka itu," katanya.

Tidak ada komentar: